Pembacaan Maulidurrasul pada Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto bulan Jumadil Awal 1433 H, yang diselenggarakan pada hari Ahad 08 April 2012 bertempat di Musholla Miftahul Huda Ngroto, Gubug, Grobogan.
Untuk mendengarkan pembacaan Maulidurrasul, silakan tunggu beberapa saat, setelah muncul gambar live player, klik pada tombol play...
Showing posts with label Al Khidmah Kampus. Show all posts
Showing posts with label Al Khidmah Kampus. Show all posts
9:29 AM
Maulidurrasul Pitulasan Jumadil Awal 1433 H
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Audio,
Multimedia
11:44 AM

Oleh : Moch Najib Yuliantoro
Share
Di Indonesia, kehadiran Al Khidmah Kampus (AK) sekali lagi terhitung masih amat belia. Sekali tempo pernah muncul sinisisme dan keraguan terhadap kontinuitas perkumpulan baru ini. Tetapi dengan ketangguhan jiwa aktivisme yang ditunjukkan oleh generasi muda di dalamnya, akhirnya kita segera tahu, bahwa keraguan itu hanyalah isapan jempol belaka.
Tepat pada tanggal 9-11 Maret 2012 nanti, AK akan menggelar perhelatan agung, yakni “Jambore Al Khidmah Kampus Nasional 2012”. Bertempat di kota istimewa dan terpelajar, Jogjakarta, tepatnya di tiga kampus terbesar dan bersejarah: Kampus Taman Siswa, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia.
Jogjakarta dan tiga kampus itu dipilih sebagai lokasi perhelatan agung ini bukan tanpa sebab. Jogjakarta populer dengan ikon kota pelajar dan kota toleransi. Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, membangun dasar-dasar pendidikan Indonesia di kota Jogjakarta. Lahirnya Kampus Taman Siswa adalah salah satu hadiah berharga dari beliau untuk Republik Indonesia. Maka bukan mengada-ada jika pembukaan Jambore kali ini diawali dengan melakukan serangkaian ziarah (napak tilas) ke makam beliau--dan Raja-Raja Jawa di Imogiri--serta menggelar doa bersama di Pendopo Taman Siswa.
Begitu pula, dengan Universitas Gadjah Mada. Sebagai kampus kerakyatan, UGM memikul tanggung jawab yang besar terhadap tersemainya nalar kebangsaan, kenusantaraan, dan Pancasila. AK lahir tidak untuk mengubah dasar-dasar itu. AK juga tidak tertarik untuk mengubah NKRI menjadi negara khilafah. AK datang untuk meneguhkan wawasan kenusantaraan, kebangsaan, dan Pancasila. AK datang untuk menjaga NKRI agar tetap utuh, plural, dan damai.
Selanjutnya, dipilihnya Universitas Islam Indonesia juga tak lepas dari sejarah berdirinya kampus tersebut. Kampus UII didirikan oleh tokoh lintas pemahaman dalam Islam. UII adalah wujud dari indahnya pluralitas pemikiran. Para pendiri itu adalah M. Natsir (tokoh Masyumi), KH. Mas Mansur (tokoh Muhammadiyah), KH. Wahid Hasyim (tokoh NU), KH. A. Kahar Mudzakkir, M. Roem, dan pendiri Republik Indonesia, Bung Hatta. Lahir pada 8 Juli 1945, UII yang bercorak Islami dan nasionalis, diharapkan mampu menjadi ikon pendidikan Islam modern bagi rakyat muslim Indonesia. Persis pada konteks inilah, AK berkomitmen menjadi “obor penerang” bagi perjalanan bangsa Indonesia, apapun ragam aliran dan pemahamannya. AK ingin menjadi bagian dari bangsa ini yang terus menyalakan pijar mata hati generasi muda Indonesia agar menjadi insan yang berakhlak mulia dan memiliki wawasan Nusantara.
Suara Pembaharuan
Pendiri Al Khidmah, Almaghfurllah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, suatu ketika pernah mengutarkan satu cita-cita yang sangat visioner. Al Khidmah, kata Beliau, sebagai “oase dunia”. Sebagaimana kita pahami bersama, mendokan orang tua, mencintai guru, mengenang jasa dan ajaran para pahlawan dan para pendahulu yang sholih, adalah satu ajaran universal dalam Islam. Kehadiran AK semata-mata untuk menjawab komitmen itu dengan langkah yang lebih berani, serius, profesional dan istiqomah.
AK datang dengan suara pembaharuan. Ia hadir dengan gaya yang sedikit berbeda dari lumrah. Bahwa untuk menjawab cita-cita itu, bagi AK, regenerasi adalah sebuah harga mati. Strategi pengkaderan harus segera disusun. Taktik pengembangan juga mesti digarap secara cerdas dan visioner.
Di Semarang, pengembangan AK butuh waktu tiga tahun untuk membentuk satu generasi muda AK yang tangguh, militan, dan tahan banting. Di Jogjakarta, belajar dari Semarang, butuh waktu jauh lebih singkat, kurang lebih satu tahun. Begitu pula taktik pengembangan di Surabaya, Jakarta, Ponorogo, Gresik, Cirebon, dan kota-kota lain, memiliki strateginya sendiri.
Penulis bahkan lebih memilih “oase dunia” itu bukan sebagai cita-cita, melainkan sebagai “janji”. Dengan menyebut “janji”, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melunasinya. Kadar tanggung jawab untuk melaksanakan satu “janji” boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada “cita-cita”.
Pelunasan atas janji itu sekali lagi bukan tanpa strategi. Sampai kiamat tiba, janji itu tak akan terpenuhi jika kita pasrah begitu saja. Dengan bahasa agak nakal, kita tidak cukup berdoa terus tanpa ikhtiar. Kita tidak boleh diam, apalagi mengeluh. Kita mesti bersatu, mencipta ide-ide jenius, lalu bergerak, dan terus bergerak. Kita harus bangkit. Kita harus kerja keras!
Pelunasan atas janji itu tidak terlalu rumit tetapi juga tidak perlu dianggap mudah. Melalui Jambore Nasional 2012 nanti, kita bertemu bukan untuk basa-basi. Kita bertemu untuk bersatu dan bersinergi. Kita punya tanggung jawab untuk melunasi janji kolektif: menjadikan “Al Khidmah sebagai Oase Dunia”.
Ini adalah panggilan mulia dari segelintir orang tua yang resah terhadap masa depan Al Khidmah. Dan kita, generasi muda Al Khidmah Kampus, akan menjawabnya dengan suara pembaharuan yang akan terus bergema lantang, tanpa henti, hingga kiamat datang. []
Krapyak, 7 Februari 2012
===
Moch. Najib Blog
===
Suara Pembaharuan dari Al Khidmah Kampus

Oleh : Moch Najib Yuliantoro
Share
Di Indonesia, kehadiran Al Khidmah Kampus (AK) sekali lagi terhitung masih amat belia. Sekali tempo pernah muncul sinisisme dan keraguan terhadap kontinuitas perkumpulan baru ini. Tetapi dengan ketangguhan jiwa aktivisme yang ditunjukkan oleh generasi muda di dalamnya, akhirnya kita segera tahu, bahwa keraguan itu hanyalah isapan jempol belaka.
Tepat pada tanggal 9-11 Maret 2012 nanti, AK akan menggelar perhelatan agung, yakni “Jambore Al Khidmah Kampus Nasional 2012”. Bertempat di kota istimewa dan terpelajar, Jogjakarta, tepatnya di tiga kampus terbesar dan bersejarah: Kampus Taman Siswa, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia.
Jogjakarta dan tiga kampus itu dipilih sebagai lokasi perhelatan agung ini bukan tanpa sebab. Jogjakarta populer dengan ikon kota pelajar dan kota toleransi. Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, membangun dasar-dasar pendidikan Indonesia di kota Jogjakarta. Lahirnya Kampus Taman Siswa adalah salah satu hadiah berharga dari beliau untuk Republik Indonesia. Maka bukan mengada-ada jika pembukaan Jambore kali ini diawali dengan melakukan serangkaian ziarah (napak tilas) ke makam beliau--dan Raja-Raja Jawa di Imogiri--serta menggelar doa bersama di Pendopo Taman Siswa.
Begitu pula, dengan Universitas Gadjah Mada. Sebagai kampus kerakyatan, UGM memikul tanggung jawab yang besar terhadap tersemainya nalar kebangsaan, kenusantaraan, dan Pancasila. AK lahir tidak untuk mengubah dasar-dasar itu. AK juga tidak tertarik untuk mengubah NKRI menjadi negara khilafah. AK datang untuk meneguhkan wawasan kenusantaraan, kebangsaan, dan Pancasila. AK datang untuk menjaga NKRI agar tetap utuh, plural, dan damai.
Selanjutnya, dipilihnya Universitas Islam Indonesia juga tak lepas dari sejarah berdirinya kampus tersebut. Kampus UII didirikan oleh tokoh lintas pemahaman dalam Islam. UII adalah wujud dari indahnya pluralitas pemikiran. Para pendiri itu adalah M. Natsir (tokoh Masyumi), KH. Mas Mansur (tokoh Muhammadiyah), KH. Wahid Hasyim (tokoh NU), KH. A. Kahar Mudzakkir, M. Roem, dan pendiri Republik Indonesia, Bung Hatta. Lahir pada 8 Juli 1945, UII yang bercorak Islami dan nasionalis, diharapkan mampu menjadi ikon pendidikan Islam modern bagi rakyat muslim Indonesia. Persis pada konteks inilah, AK berkomitmen menjadi “obor penerang” bagi perjalanan bangsa Indonesia, apapun ragam aliran dan pemahamannya. AK ingin menjadi bagian dari bangsa ini yang terus menyalakan pijar mata hati generasi muda Indonesia agar menjadi insan yang berakhlak mulia dan memiliki wawasan Nusantara.
Suara Pembaharuan
Pendiri Al Khidmah, Almaghfurllah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, suatu ketika pernah mengutarkan satu cita-cita yang sangat visioner. Al Khidmah, kata Beliau, sebagai “oase dunia”. Sebagaimana kita pahami bersama, mendokan orang tua, mencintai guru, mengenang jasa dan ajaran para pahlawan dan para pendahulu yang sholih, adalah satu ajaran universal dalam Islam. Kehadiran AK semata-mata untuk menjawab komitmen itu dengan langkah yang lebih berani, serius, profesional dan istiqomah.
AK datang dengan suara pembaharuan. Ia hadir dengan gaya yang sedikit berbeda dari lumrah. Bahwa untuk menjawab cita-cita itu, bagi AK, regenerasi adalah sebuah harga mati. Strategi pengkaderan harus segera disusun. Taktik pengembangan juga mesti digarap secara cerdas dan visioner.
Di Semarang, pengembangan AK butuh waktu tiga tahun untuk membentuk satu generasi muda AK yang tangguh, militan, dan tahan banting. Di Jogjakarta, belajar dari Semarang, butuh waktu jauh lebih singkat, kurang lebih satu tahun. Begitu pula taktik pengembangan di Surabaya, Jakarta, Ponorogo, Gresik, Cirebon, dan kota-kota lain, memiliki strateginya sendiri.
Penulis bahkan lebih memilih “oase dunia” itu bukan sebagai cita-cita, melainkan sebagai “janji”. Dengan menyebut “janji”, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melunasinya. Kadar tanggung jawab untuk melaksanakan satu “janji” boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada “cita-cita”.
Pelunasan atas janji itu sekali lagi bukan tanpa strategi. Sampai kiamat tiba, janji itu tak akan terpenuhi jika kita pasrah begitu saja. Dengan bahasa agak nakal, kita tidak cukup berdoa terus tanpa ikhtiar. Kita tidak boleh diam, apalagi mengeluh. Kita mesti bersatu, mencipta ide-ide jenius, lalu bergerak, dan terus bergerak. Kita harus bangkit. Kita harus kerja keras!
Pelunasan atas janji itu tidak terlalu rumit tetapi juga tidak perlu dianggap mudah. Melalui Jambore Nasional 2012 nanti, kita bertemu bukan untuk basa-basi. Kita bertemu untuk bersatu dan bersinergi. Kita punya tanggung jawab untuk melunasi janji kolektif: menjadikan “Al Khidmah sebagai Oase Dunia”.
Ini adalah panggilan mulia dari segelintir orang tua yang resah terhadap masa depan Al Khidmah. Dan kita, generasi muda Al Khidmah Kampus, akan menjawabnya dengan suara pembaharuan yang akan terus bergema lantang, tanpa henti, hingga kiamat datang. []
Krapyak, 7 Februari 2012
===
Moch. Najib Blog
===
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism
4:48 PM

Oleh: Haris Nur Ali
Share
Al Khidmah Kampus merupakan organisasi muda yang bahkan belum genap berusia tiga tahun. Organisasi ini adalah cikal bakal bagi civitas akademika kampus untuk mewujudkan kehidupan kampus yang berpedoman pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan Akhlak para Salafunassholih.
Al Khidmah Kampus diharapkan mampu menyatukan visi misi untuk ikut mengenalkan majelis dzikir, manaqib, maulidurrasul, dan kegiatan ala Aswaja lainya kepada para mahasiswa di seluruh kampus Indonesia.
Demikian ditegaskan ketua panita Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia, Misbakhul Huda, kepada sejumlah wartawan, Senin (30/1), di Kantor Sekretariat Al Khidmah Kampus Yogyakarta, Laboratorium Agama Masjid UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Misbakhul Huda yang juga merupakan ketua Al Khidmah Kampus Yogyakarta juga mengatakan, di antara tujuan yang hendak dicapai dalam event Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia ini nanti adalah merumuskan dan mendiskusikan program-program kerja dan kinerja yang hendak dicapai pada organisasi Al Khidmah Kampus di tahun-tahun mendatang. Dengan adanya acara tersebut, lanjutnya, maka agenda Al Khidmah Kampus untuk beberapa tahun ke depan bisa terencana dengan lebih matang dan terperinci.
“Maka sangat urgent saya kira, acara Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia 2012 ini bisa terlaksana dan banyak pesertanya,” papar Misbakhul Huda, yang juga Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesa ini.
Hal senada juga dinyatakan Pembina Al Khidmah Kampus Wilayah Yogyakarta, Moch. Najib Yuliantoro, bahwa selain Jambore ini bertujuan untuk membentuk dan merumuskan strategi pengembangan yang akan dilaksanakan pada beberapa tahun ke depan, juga untuk mempererat ukhuwah islamiyah antar Jamaah Al Khidmah Kampus di seluruh Indonesia.
“Dalam Jambore ini nanti, kita juga mengajak untuk menyamakan persepsi tentang organisasi Al Khidmah Kampus ini. Kita juga akan membahas beberapa permasalahan yang menyangkut Al Khidmah Kampus dari berbagai daerah dan wilayah serta mencari solusinya bersama. Jadi, kami sangat berharap semua pihak bisa ikut mendukung dan syukur ikut mempublish acara ini besar-besaran,” papar mahasiswa Pascasarjana Filsafat UGM asal Tulungagung tersebut.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Deeda Anwar, selaku Pembina Al Khidmah Kampus Wilayah Semarang, kepada media ini ikut menambahkan bahwa, untuk tema event nasional ini adalah “Membentuk Generasi Kampus Yang Lebih Cerdas & Berwawasan Kebangsaan”. Direncanakan nanti, lanjut Deeda Anwar, ada empat tokoh kunci yang diharapkan bisa hadir. Yaitu Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, Menteri Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Ir. Sudjarwadi, M.Eng, rektor UGM, Bapak H. Hasanudin, S.H, Ketua Pengurus Pusat Jama’ah Al Khidmah dan yang terakhir, dr. H. Imam Subakti, sesepuh Al Khidmah Kampus Pusat.
“Kami sangat berharap, beliau-beliaunya ini nanti, bisa hadir ke tengah-tengah para peserta Jambore,” imbuhnya.
Lebih lanjut, lulusan dual studies Universitas Semarang dan Politeknik Negeri Semarang itu juga menuturkan, acara ini akan berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 9 sampai dengan 11 Maret 2012 bertempat di Yogyakarta.
“Cuma Rp 35.000,- untuk biaya pendaftarannya. Itu juga sudah semuanya selama tiga hari. Nanti akan ada game keakraban dan sharing motivasi bersama seluruh peserta. Kemudian, peserta juga akan diajak tapak tilas (ziarah. red) ke makam raja-raja Jawa, doa bersama untuk Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dan tentu mereka semua akan dapat materi tentang ke-Al Khidmah-an dan Wawasan Kebangsaan yang akan disampaikan oleh tokoh-tokoh kunci tadi,” tandasnya.
Kepada wartawan media ini, Kang Huda, sapaan akrab Misbakhul Huda, juga menyampaikan bahwa keberhasilan pelaksanaan event nasional ini merupakan tanggung jawab bersama seluruh panitia dan tak lepas dari dukungan seluruh jama’ah Al Khidmah lebih-lebih muslimin muslimat di manapun berada. Dirinya juga mengharapkan agar seluruh mahasiswa dan pelajar Indonesia di manapun berada bisa ikut berpartisipasi, mensukseskan event nasional ini.
“Saya yakin dengan semangat dan kerja sama yang kuat dari seluruh jama’ah Al Khidmah dan para muslimin-mulismat di manapun berada, disertai dengan ridlo dari Allah, rasul dan para guru-guru kita, lebih-lebih ridlo pendiri Al Khidmah, berliau Hadlorotussyaikh KH. Achmad Asrory Al Ishaqi RA, saya yakin acara ini dapat berjalan dengan sukses dan lancar. Aamiin, mohon doanya saja,” harapnya, tegas.
Kang Huda juga mengatakan, untuk informasi acara dan pendaftaran lebih lanjut, bisa menghubungi panitia di nomor 085713839160 atau 08563526585, selain juga bisa ke koordinator Al Khidmah Kampus masing-masing wilayah: 085730393755 (Alim-Surabaya), 083861473986 (Arifin-Semarang), 081388705099 (Aris Adi-Jakarta). Peserta juga bisa meng-update info terkini terkait event nasional ini di facebook Al Khidmah Kampus DIY yang beralamatkan: http://www.facebook.com/alkhidmahkampusjogjakarta.
Satukan Visi Misi, Al Khidmah Kampus Adakan Jambore Nasional

Oleh: Haris Nur Ali
Share
Al Khidmah Kampus merupakan organisasi muda yang bahkan belum genap berusia tiga tahun. Organisasi ini adalah cikal bakal bagi civitas akademika kampus untuk mewujudkan kehidupan kampus yang berpedoman pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan Akhlak para Salafunassholih.
Al Khidmah Kampus diharapkan mampu menyatukan visi misi untuk ikut mengenalkan majelis dzikir, manaqib, maulidurrasul, dan kegiatan ala Aswaja lainya kepada para mahasiswa di seluruh kampus Indonesia.
Demikian ditegaskan ketua panita Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia, Misbakhul Huda, kepada sejumlah wartawan, Senin (30/1), di Kantor Sekretariat Al Khidmah Kampus Yogyakarta, Laboratorium Agama Masjid UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Misbakhul Huda yang juga merupakan ketua Al Khidmah Kampus Yogyakarta juga mengatakan, di antara tujuan yang hendak dicapai dalam event Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia ini nanti adalah merumuskan dan mendiskusikan program-program kerja dan kinerja yang hendak dicapai pada organisasi Al Khidmah Kampus di tahun-tahun mendatang. Dengan adanya acara tersebut, lanjutnya, maka agenda Al Khidmah Kampus untuk beberapa tahun ke depan bisa terencana dengan lebih matang dan terperinci.
“Maka sangat urgent saya kira, acara Jambore Nasional Al Khidmah Kampus Indonesia 2012 ini bisa terlaksana dan banyak pesertanya,” papar Misbakhul Huda, yang juga Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesa ini.
Hal senada juga dinyatakan Pembina Al Khidmah Kampus Wilayah Yogyakarta, Moch. Najib Yuliantoro, bahwa selain Jambore ini bertujuan untuk membentuk dan merumuskan strategi pengembangan yang akan dilaksanakan pada beberapa tahun ke depan, juga untuk mempererat ukhuwah islamiyah antar Jamaah Al Khidmah Kampus di seluruh Indonesia.
“Dalam Jambore ini nanti, kita juga mengajak untuk menyamakan persepsi tentang organisasi Al Khidmah Kampus ini. Kita juga akan membahas beberapa permasalahan yang menyangkut Al Khidmah Kampus dari berbagai daerah dan wilayah serta mencari solusinya bersama. Jadi, kami sangat berharap semua pihak bisa ikut mendukung dan syukur ikut mempublish acara ini besar-besaran,” papar mahasiswa Pascasarjana Filsafat UGM asal Tulungagung tersebut.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Deeda Anwar, selaku Pembina Al Khidmah Kampus Wilayah Semarang, kepada media ini ikut menambahkan bahwa, untuk tema event nasional ini adalah “Membentuk Generasi Kampus Yang Lebih Cerdas & Berwawasan Kebangsaan”. Direncanakan nanti, lanjut Deeda Anwar, ada empat tokoh kunci yang diharapkan bisa hadir. Yaitu Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, Menteri Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Ir. Sudjarwadi, M.Eng, rektor UGM, Bapak H. Hasanudin, S.H, Ketua Pengurus Pusat Jama’ah Al Khidmah dan yang terakhir, dr. H. Imam Subakti, sesepuh Al Khidmah Kampus Pusat.
“Kami sangat berharap, beliau-beliaunya ini nanti, bisa hadir ke tengah-tengah para peserta Jambore,” imbuhnya.
Lebih lanjut, lulusan dual studies Universitas Semarang dan Politeknik Negeri Semarang itu juga menuturkan, acara ini akan berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 9 sampai dengan 11 Maret 2012 bertempat di Yogyakarta.
“Cuma Rp 35.000,- untuk biaya pendaftarannya. Itu juga sudah semuanya selama tiga hari. Nanti akan ada game keakraban dan sharing motivasi bersama seluruh peserta. Kemudian, peserta juga akan diajak tapak tilas (ziarah. red) ke makam raja-raja Jawa, doa bersama untuk Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dan tentu mereka semua akan dapat materi tentang ke-Al Khidmah-an dan Wawasan Kebangsaan yang akan disampaikan oleh tokoh-tokoh kunci tadi,” tandasnya.
Kepada wartawan media ini, Kang Huda, sapaan akrab Misbakhul Huda, juga menyampaikan bahwa keberhasilan pelaksanaan event nasional ini merupakan tanggung jawab bersama seluruh panitia dan tak lepas dari dukungan seluruh jama’ah Al Khidmah lebih-lebih muslimin muslimat di manapun berada. Dirinya juga mengharapkan agar seluruh mahasiswa dan pelajar Indonesia di manapun berada bisa ikut berpartisipasi, mensukseskan event nasional ini.
“Saya yakin dengan semangat dan kerja sama yang kuat dari seluruh jama’ah Al Khidmah dan para muslimin-mulismat di manapun berada, disertai dengan ridlo dari Allah, rasul dan para guru-guru kita, lebih-lebih ridlo pendiri Al Khidmah, berliau Hadlorotussyaikh KH. Achmad Asrory Al Ishaqi RA, saya yakin acara ini dapat berjalan dengan sukses dan lancar. Aamiin, mohon doanya saja,” harapnya, tegas.
Kang Huda juga mengatakan, untuk informasi acara dan pendaftaran lebih lanjut, bisa menghubungi panitia di nomor 085713839160 atau 08563526585, selain juga bisa ke koordinator Al Khidmah Kampus masing-masing wilayah: 085730393755 (Alim-Surabaya), 083861473986 (Arifin-Semarang), 081388705099 (Aris Adi-Jakarta). Peserta juga bisa meng-update info terkini terkait event nasional ini di facebook Al Khidmah Kampus DIY yang beralamatkan: http://www.facebook.com/alkhidmahkampusjogjakarta.
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism
2:18 PM
Oleh: Haris Nur Ali
Bertepatan dengan hari libur nasional karena Natal, 25 Desember 2011, majlis (perkumpulan.red) Al Khidmah Kampus Jogjakarta resmi di-launching oleh Pengurus Wilayah (PW) Jateng-DIY Al Khidmah, H. Joko Suyono, di Joglo Abang, Sleman, Jogjakarta.
“Kalau panjenengan masih duduk di dunia akademik sudah memperjuangkan Al Khidmah, berarti panjenengan termasuk generasi yang sholih sholihah, tetapi tetap berintelektual, berakhal dan santun. Saya katakan, panjenengan semua patut menjadi orang-orang yang pandai bersyukur. Betapa banyak pemuda-pemudi yang ada di Jogjakarta, baik yang studi maupun yang tidak studi, tapi yang hadir di sini, panjenengan semua ini, termasuk orang-orang yang champion (juara. red), orang-orang brilliant. Karena ini hari libur, hari natal, pemerintah meliburkan dua hari sebagai libur nasional, tapi panjenengan semua, masih sanggup memanjatkan istiqotsah, masih sanggup berdoa bersama. Istighotsah tidak lain adalah untuk kepentingan diri kita sendiri, agar cita-cita dan hajad kita dikabulkan oleh Allah Subhaahnuwatala’ala dan diampuni pula dosa-dosa kita. Tadi kita juga membaca doa untuk kedua orang tua kita, doa untuk saudara-saudara kita. Subhaanallah,” jelasnya dalam sambutan yang berapi-api.
PW Al Khidmah Kampus: Jadilah Mahasiswa Yang Pandai Bersyukur
Bertepatan dengan hari libur nasional karena Natal, 25 Desember 2011, majlis (perkumpulan.red) Al Khidmah Kampus Jogjakarta resmi di-launching oleh Pengurus Wilayah (PW) Jateng-DIY Al Khidmah, H. Joko Suyono, di Joglo Abang, Sleman, Jogjakarta.

H. Joko Suyono, PW Al Khidmah Jateng-DIY
Majlis kebersamaan yang tidak ada unsur apapun kecuali hanya berdzikir dan bermunajat kepada Allah SWT itu, merupakan majlis yang dirintis oleh mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah Al Utsmaniyyah, Al Maghfurlah Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory Al Ishaqi r.a. Majlis tersebut selain fokus pada munajat, juga memiliki visi misi untuk mewujukan generasi yang soleh solehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, kuliahnya lancar, rizkinya gampang, dan dapat menyenangkan hati keluarganya, orang tuanya, guru-gurunya, hingga Nabi Besar Muhammad SAW. sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadits serta tuntunan akhlaq para salafunasoleh.
Dalam kesempatan tersebut, H. Joko Suyono, PW Al Khidmah Jateng-DIY, menyampaikan pesan mendalam kepada puluhan mahasiswa yang hadir dan juga seluruh delegasi dari Surabaya, Jakarta, dan Semarang tentang adanya oknum-oknum yang tidak jelas, yang berusaha merusak tatan akidah mahasiswa saat ini.
“Perlu saya sampaikan kepada adik-adik mahasiswa bahwa, sekarang ini ada upaya-upaya dari oktum-oktum tidak jelas, untuk memecahbelahkan dan merusak akidah para mahasiswa perguruan tinggi yang ada di negara Indonesia tercinta ini. Jadi, sekarang ini di perguruan-perguruan tinggi, dimasuki Islam-islam yang kelihatannya benar. Tapi akidahnya bertentangan dengan Al Qur’an hadits dan tuntunan akhlak para salafunassholih. Bertentangan dengan apa yang diajarkan rasulullah. Akhirnya yang terjadi adalah mahasiswa tidak memiliki kepercayaan diri, tidak percaya pada almamaternya, tidak percaya dengan dosen-dosennya. Ini masya Allah,” jelasnya serius.
Dirinya juga menuturkan bahwa dengan bergabungnya para mahasiswa se-Jogjakarta tersebut ke dalam majlis Al Khidmah Kampus, maka itu artinya, Insya Allah, ucap dia, mereka termasuk generasi yang sholih sholihah, tetapi tetap berintelektual, berakhlak dan santun.

H. Joko S, memotong tumpeng
Lebih lanjut, H. Joko juga menyampaikan tugas berat yang harus diemban oleh jama’ah lebih-lebih pengurus baru Al Khidmah Kampus se-DIY, untuk membawa akhlakul karimah ke dalam perguruan tinggi masing-masing.
“Tugas terberat panjenengan di Al Khidmah Kampus bukan menjadi seroang kyai, tapi adalah bagiamana mengenalkan dan membawah akhlakul karimah ala al khidmah, masuk ke dalam kampus masing-masing. Anda jangan minder. Yakin saja. Kalau semua mahasiswa tahu fadlilahnya perkumpulan (majlis Al Khidmah.red) seperti ini, jangankan tempat (Joglo Abang.red) ini, alun-alun Jogja (pun) nggak akan muat. Kalau tahu fadlilahnya pertemuan hari ini,” tuturnya usai majlis istiqotsah dan doa bersama Al Khidmah dilaksanakan.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Misbakhul Huda, ketua Al Khidmah Kampus DIY, kepada wartawan media ini ikut menjelaskan, diakannya kegiatan launching Al Khidmah Kampus Jogjakarta ini juga sebagai salah satu bentuk khidmah (mengabdi. red) para mahasiswa muslim Jogja kepada bangsa, negara, dan agama, dalam memperjuangkan syiar agama Islam yang telah dirintis oleh para ulama’ salafunassholih, terutama seperti yang dicontohkan pendiri Al Khidmah, Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory, r.a.
“Target kami launching Al Khidmah Kampus Jogja ini adalah untuk mengemban amanat serta istiqomah meneruskan estavet perjuangan agama Islam yang telah dirintis oleh ulama-ulama’ salafunas sholih dan juga pendiri Al Khidmah, Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory, r.a.”
Lebih lanjut, mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesia itu juga menambahkan, bentuk konkret dari syiar agama Islam yang akan digelar Al Khidmah Kampus Jogja setelah launching ini adalah mengadakan majlis-majlis dzikir dan maulidur rasul serta istiqotsah, di kampus-kampus yang ada di Wilayah Jogjakarta.
“Untuk bentuk konkret dari syiar agama Islam ini nanti, mohon doanya, kami sudah berencana untuk mengadakan majlis-majlis dzikir, istiqotsah, dan maulidurrasul di kampus-kampus yang ada di Jogjakarta. Mohon doanya saja ya.”
Menutup sambutannya, atas nama Al Khidmah, H. Joko juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada sejumlah pihak yang telah mendukung atas launching-nya Al Khidmah Kampus di Jogjakarta.
“Atas nama Al Khidmah, saya mengucapkan terimakasih kepada Al Khidmah Kampus khususnya yang dari Jogjakarta, umumnya dari Al Khidmah Kampus Semarang, Surabaya, Jakarta serta semuanya jama’ah yang hadir. Karena hari ini bertepatan dengan ulang tahun Al Khidmah. Ini istimewa. Pertemuan ini pertemuan yang sangat istimewa,” ungkapnya.
Sementara itu hadir pula dalam kesempatan tersebut, H. Marhaban, ketua Al Khidmah Bantul, H. Saring Artanto, sesepuh Al Khidmah Jogjakarta, Suwarno, ketua Al Khidmah Jogjakarta, Deeda Anwar, Pembina Al Khidmah Kampus Semarang, Aris Adi Leksono, Pembina Al Khidmah Kampus Jakarta, Fitrah Fotografi, Photographer Al Khidmah yang juga Jama’ah Al Khidmah Kampus Surabaya, dan Moch. Najib Yuliantoro, Pembina Al Khidmah Kampus Jogjakarta. []
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism
3:40 AM
Al Khidmah Kampus Jogjakarta: Sekadar Catatan Kaki
Oleh: Moch Najib Yuliantoro[1]
Jauh sebelum Jama’ah Al Khidmah secara resmi berdiri pada tanggal 25 Desember 2005 di Semarang[2], sejatinya perkumpulan ini sudah eksis sejak tahun 1987. Saat itu jumlah anggota baru belasan orang dan daerah cakupan masih berada di sekitar Gresik. Orang sering sebut perkumpulan itu geng “orong-orong”.[3] Nyaris, tak ada orang yang mau melirik perkumpulan tersebut.
Tetapi kini, saking banyaknya, jumlah Jama’ah Al Khidmah telah mencapai ribuan bahkan jutaan orang dan tersebar tak hanya di Indonesia tetapi juga di Singapura, Malaysia, Thailand, Yaman, Makkah, Madinah, Australia, dan Brunei Darussalam. Tak hanya diselenggarakan oleh masyarakat umum dan pondok pesantren, tetapi juga digelar oleh instansi pemerintah, rumah sakit, lembaga ilmiah seperti LIPI, sekolah menengah dan universitas.
Tokoh dibalik semakin membludaknya Jama’ah Al Khidmah itu bukan lain adalah Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA. Beliau adalah tokoh kunci dan pendiri Jama’ah Al Khidmah, yang dalam satu kesempatan pernah menuturkan satu harapan dan doa agar Jama’ah Al Khidmah ke depan dapat menjadi “oase dunia”.
Jama’ah Al Khidmah, seperti tertera dalam visinya, bermimpi “mewujudkan generasi yang sholeh dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, dapat menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya, guru-gurunya hingga Nabi Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadist serta tuntunan akhlaq para salfunassholeh (orang-orang dahulu yang sholeh)”.[4]
Bertumpu pada konteks itulah keberadaan Al Khidmah Kampus dengan demikian dianggap pas, kalau bukan mendesak. Al Khidmah Kampus dianggap penting paling tidak untuk dua hal: pertama, sebagai wadah generasi muda Al Khidmah di univesitas dan sekolah; kedua, sebagai medium pengkaderan dan regenerasi Al Khidmah. Maka dari itulah pada naskah ini akan dikemukakan—sejauh pengetahuan penulis—tentang sejarah dan pergulatan pengembangan Al Khidmah Kampus di Yogyakarta yang baru berjalan satu tahun terakhir.
Awal Mula
Pada tahun 1999, Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA kali pertama rawuh ke Pondok Pesantren Hidayatul Falaah Bejen Bantul. Pondok itu diasuh oleh Romo KH. Achmad Burhani Asyahidi. Sejak saat itulah bibit Al Khidmah muda tersemai di Jogjakarta. Kemudian pada tahun 2004, terselenggara Haul Akbar pertama di Masjid Agung Kabupaten Bantul, yang dihadiri pula oleh Hadratusyaikh RA.[5]
Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 18 Maret 2008 M/10 Maulud 1429 H, Romo KH. Najib Zamzami bersama rombongan santri PP Al Ishlahiyyah Kemayan Kediri rawuh di Maguwoharjo, Sleman, dalam rangkaian acara Haul Sayyidina Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilany RA. Sepengetuhan penulis, itu adalah acara manaqib pertama Al Khidmah di daerah Sleman. Romo KH. Najib berkenan rawuh ke Maguwo atas permintaan KH. Roikhan Zainal ‘Arifin dan santri-santrinya, antara lain, H. Saring Artanto, Agus Setiawan, dan Suwardiyo.
Pada tanggal 4-5 Juli 2008, sekumpulan perantau dan pengusaha di Kota Jogjakarta yang berasal dari Gunung Kidul, disepuhi oleh H. Saring Artanto dan Agus Setiyawan, sowan ke dalem Romo KH. Najib Zamzami Kediri.[6] Pisowanan itu dalam rangka memperteguh komitmen untuk “nderek” kepada Hadratussyaikh RA. Maka, atas nasihat dari Romo KH. Najib, mereka diarahkan untuk “merapat” ke Romo KH. Achmad Burhani, imam khususi daerah Jogjakarta yang ditunjuk langsung oleh Hadratussyaikh RA[7]. Kemudian pada tanggal 13 Juli 2008, Romo KH. Achmad Burhani mengajak mereka sowan ke dalem Hadrotussyaikh RA di Pondok Pesantren Kedinding, yang kala itu bertepatan dengan Pengajian Minggu Kedua. Namun, sayangnya, karena kondisi kesehatan Hadrotussyaikh RA yang saat itu sudah tidak memungkinkan, Beliau RA tidak mengisi pengajian, dan sowan dilakukan pada saat majlis-majlis berikutnya.
Hingga Mei 2009, di daerah Kota Jogjakarta terdapat kurang lebih 30 Jama’ah. Tetapi belum terbentuk kepengurusan secara resmi. Kemudian atas inisiatif dari Ketua Al Khidmah Wilayah Jateng-DIY, H. Joko Suyono, meminta agar segera dibentuk kepengurusan terutama di daerah Kota Jogjakarta. Saat itu H. Saring Artanto dan Agus Setiawan intensif bermusyawarah dengan Muhsin Kalida, MA., dosen UIN Sunan Kalijaga, soal proses pendirian kepengurusan di Kota Jogjakarta. Akhirnya pada tanggal 18 April 2009, diselenggarakan Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing perdana di Padepokan Cakruk Pintar, Nologaten, Depok, Sleman. Saat itu dihadiri oleh Romo KH. Achmad Burhani, Romo KH. Sirojan Muniro (PP Nurul Haromain Sentolo Kulonprogo), H. Joko Suyono, KH. Muhyi Darmaji, Jama’ah Al Khidmah Bantul, Jama’ah Al Khidmah Kota, warga dan tokoh masyarakat sekitar Nologaten, santri PP. Wahid Hasyim Gaten, dan santri PP Universitas Islam Indonesia.
Majlis Nologaten yang pertama itu boleh dikatakan sebagai launching Pengurus Al Khidmah Daerah Kota Jogjakarta dan Sleman.[8] Saat itu menjabat sebagai Ketua pertama adalah Agus Setiawan, lalu pada tahun 2010, diganti oleh Suwardiyo. Selain Majlis di Nologaten, atas inisiatif dari Ustadz Fathurrozi[9], di Kota sebelumnya sudah dirintis pula Majlis Rutin Malam Jumat. Sementara di Bantul sendiri, jauh sebelumnya, sudah rutin Majlis Manaqib setiap Ahad Pon dan Majlis Iklil setiap Sabtu Legi. Begitu kemudian menyusul, atas kerja keras Romo KH. Sirojan, terbentuklah pula kepengurusan dan majlis Al Khidmah di Kulonprogo dan Gunungkidul yang diketuai oleh Slamet Gento.
Kemudian pada tanggal 8 Mei 2010, Ketua Umum Pimpinan Pusat Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., rawuh ke Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing. Kehadiran beliau tentu dalam rangka memperkuat komitmen kepengurusan yang sudah terbentuk di seluruh wilayah DIY, betapapun masih sangat muda. Hal itu ditunjukkan dengan, salah satunya, diselenggarakan Musyawarah Nasional PP Al Khidmah di UIN Sunan Kalijaga, 2-4 April 2010, kemudian ditutup dengan Majlis Dzikir dan Maulidurrasul SAW di Masjid Gede Kauman, Jogjakarta, yang dihadiri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Al Khidmah Kampus
Sejak Al Khidmah Kampus Semarang dilaunching pada 3 November 2010[10], lahirlah semacam kesadaran kolektif dari kalangan muda Al Khidmah di daerah-daerah dan kota-kota besar untuk mendirikan Al Khidmah Kampus di universitas masing-masing. Sebagai perintis awal, di Semarang adalah Deeda Anwar, di Surabaya ada Robith Al Hamdany dan Fitrah Fotografi, di Jakarta ada Aris Adi Leksono, di Jogjakarta ada Andi Asmara dan Hilal Ahmed, serta beberapa mahasiswa di Malang, Ponorogo, Lamongan, Gresik, dan kota-kota lain.
Pada 20 November 2010, Andi mengundang mahasiswa dari berbagai kampus untuk mengadakan Majlis Iklil di Monjali. Selepas majlisan diadakan rapat konsolidasi dan pembentukan “embrio” pengurus Al Khidmah Kampus Jogjakarta. Rapat itu dalam rangka menyambut dibentuknya Al Khidmah Kampus Semarang. Selain penulis, hadir saat itu Yusuf (UIN Sunan Kalijaga), Hilal Ahmad (UGM), Mulyadi (UNY), beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang nyantri di PP Wahid Hasyim[11], beberapa mahasiswa UGM yang tinggal di rumah kontrakan Andi[12], dan Larit Satriyani S. Putri (putri H. Joko Suyono, mahasiswa UGM).
Rapat itu berhasil membentuk kepengurusan sementara. Penulis kebetulan diberi amanat untuk menjadi Ketua Al Khidmah Kampus Jogjakarta dan Hilal Ahmed sebagai Sekretaris. Tetapi setelah kepengurusan terbentuk tidak lantas kemudian proses konsolidasi mahasiswa di kampus-kampus berjalan dengan lancar. Betapapun banyak mahasiswa yang kenal dan paham tentang Al Khidmah (bahkan aktif di daerahnya masing-masing), perlu diketahui bahwa butuh proses yang cukup panjang untuk mencari kader unggul, baru, dan segar di kampus-kampus. Saat itu harus disadari bahwa Al Khidmah Kampus sedang mencari bentuk serta pendekatan yang pas dan tepat terutama dalam konteks keberlangsungannya di Jogjakarta, yang kondisi sosio-kulturalnya jauh berbeda dengan Semarang, Surabaya, Malang, dan daerah-daerah lain.
Akhir Mei 2011, penulis bermusyawarah kecil-kecilan dengan Alfian Haris dan Abdul Basith di rumah H. Saring. Kita sepakat untuk membuka majlis perdana Al Khidmah Kampus di Masjid UIN Sunan Kalijaga. Dengan tetap berkoordinasi dengan Andi, Hilal, dan Yusuf (PP Wahid Hasyim), maka tanggal 31 Mei 2011, Alfian Haris dan Basith melayangkan surat permohonan untuk menyelenggarakan Majlis Iklil ke Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga. Selain Muhsin Kalida, MA, adalah Baihaqi Latif dan Rosyid, dua pemuda yang berjasa memperlancar ijin kami di ketakmiran. Rosyid yang kebetulan adalah kawan Baihaqi dan anggota pengurus Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga memberi pemahaman kepada Ketua Takmir, Dr. Waryono Abdul Ghofur, tentang apa dan bagaimana Jama’ah Al Khidmah. Begitu pula dengan Muhsin Kalida yang bukan lain adalah kolega dari Dr. Waryono.
Semata-mata atas ijin Allah SWT, Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011 mengeluarkan surat bernomor 48/B/Lab Agama SK/VI/2011, berisi pemberian ijin penyelenggaran Majlis di Masjid UIN dan, yang membuat kami saat itu sangat bersyukur, memberi penekanan: “bahwa kegiatan yang dimaksud dalam surat tersebut agar dijadikan bagian dari kegiatan Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga”.[13]
Surat balasan itu sekali lagi sungguh membuat kami saat itu sangat bersyukur karena asumsi bahwa Al Khidmah Kampus tidak akan diterima oleh warga kampus di Jogjakarta menjadi terbantahkan. Dengan semangat juang yang tinggi, akhirnya pada tanggal 7 Juni 2011, tergelarlah Majlis Rutin Selasa Sore[14] perdana Al Khidmah Kampus di UIN Sunan Kalijaga yang diikuti oleh kurang lebih 45 mahasiswa. Bermula dari Majlis ini, salah satu mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia, Misbakhul Huda, berinisiatif menggelar Majlis serupa setiap hari Senin di kampusnya yang dimulai pada tanggal 20 Juni 2011. Kemudian agak belakangan, atas kerja keras Hamid dan Diyah Kholil dan Hilal Ahmed dan Larit, pada tanggal 19 November 2011, terselanggaralah Majlis Rutin Sabtu Sore (dwimungguan) di Mushola Ibnu Sina Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Bermula dari pelbagai majlis itu pulalah kemudian muncul kader-kader baru dari berbagai universitas di Jogjakarta. Misalnya, di UIN Sunan Kalijaga—selain Alfian Haris dan Abdul Basith—ada Amir Yusuf dan Abdullah Wasik; di UNY ada Taufiq dan Farida; di UII ada Nur Haris ‘Ali, Denes, Alfi Rahmawati, Wisnu, Rijal Bahtiar; di UGM—selain tentu saja Hilal Ahmed dan Larit Satriyani S. Putri—ada Diyah Kholil dan Hamid.[15]
Tentu tak hanya mereka (dan teman-teman mereka yang tak bisa saya sebut semua di sini) yang berperan penting dalam masa perintisan awal Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Mereka yang menjadi staf di kampus-kampus tersebut dengan kelegaan hati dan kesabaran perjuangan juga membantu mengembangkan Al Khidmah Kampus. Sebut saja misalnya Ali Ubaidillah (UII), Bunda Umi (UGM), Muhammad Zakiy Muntazhar (UGM), dan teman-teman Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) UGM. Sementara di luar kampus, nama yang paling patut disebut di sini adalah Romo KH. Achmad Burhani, Deeda Anwar, H. Saring, dan seluruh elemen yang berada di bawah tenda besar Al Khidmah baik di Jogjakarta dan Jawa Tengah, baik dari daerah maupun pusat.
Untuk mewadahi agar semangat yang tangguh itu terus berkibar dan tak lekas pudar, maka pada tanggal 22 Agustus 2011 H/22 Ramadlan 1423 H, dibentuklah kepengurusan Al Khidmah Kampus Wilayah D.I. Yogyakarta yang baru dan reshuffle kepengurusan tingkat universitas se-DIY di Universitas Islam Indonesia. Misbakhul Huda mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus Wilayah DI Yogyakarta. Nur Haris ‘Ali, menggantikan Huda, mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UII. Amir Yusuf mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga, menggantikan Alfian Haris yang mendapat amanat sebagai Sekretaris Al Khidmah Kampus DIY. Taufiq mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UNY. Sementara di UGM, masih dipegang secara kolektif oleh Hilal Ahmed, Hamid, Diyah Kholil, dan Larit.
Seolah seperti menyambut semangat kolektif tersebut, para kader-kader baru dengan kesungguhan—yang tak bisa saya bayangkan: sangat tangguh dan luar biasa—bekerja keras untuk kemajuan Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Dan Malam Keakraban pada dua hari ini adalah salah satu dari jerih payah mereka.
Agenda Ke Depan
Pertanyaannya kemudian: ke mana langkah Al Khidmah Kampus Jogjakarta ke depan? Pertanyaan lain yang tak kurang pentingnya: untuk (si)apa Al Khidmah Kampus ini?
Pertanyaan itu dapat dijawab dengan dua perspektif: normatif-visioner dan realistis-organisatoris.
Secara normatif-visioner Al Khidmah Kampus, seperti dikemukakan di awal tulisan ini, mengemban visi yang tulus: “mewujudkan generasi yang sholeh dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, dapat menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya, guru-gurunya hingga Nabi Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadist serta tuntunan akhlaq para salfunassholeh (orang-orang dahulu yang sholeh)”. [16]
Al Khidmah Kampus perlu kita kembangkan bukan untuk siapa-siapa, kecuali untuk kita dan akan kembali kepada kita dan generasi setelah kita. Maka kita tentu perlu melakukan “pembumian” ke dalam kegiatan yang lebih praktis dan “persepsibel” agar visi itu tidak sekadar menjadi satu visi yang kosong. Dan pekerjaan ini akan kita garap saat Rapat Kerja Al Khidmah Kampus DIY, besuk tanggal 25 Desember 2011 di Joglo Abang, Sleman.
Tetapi cukuplah semangat yang perlu terus kita perbaharui saat ini adalah, bahwa perjuangan kita di Al Khidmah Kampus bukan lain bertujuan untuk membahagiakan hati orangtua dan guru kita terutama Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA. Kita tentunya ingat, dengan kasih sayangnya yang agung, Hadratussyaikh RA tetap bersemangat membimbing, mengarahkan, dan mendoakan kita agar kita menjadi pribadi yang senantiasa berdzikir, berfikir, dan beramal sholeh. Kita pun diajari oleh Beliau RA bagaimana cara menghormati dan membahagiakan hati guru, orang tua, dosen, keluarga, pahlawan, para pendahulu yang sholeh, hingga Nabi Besar Muhammad SAW. Yang tak kalah penting, di tengah jaman akhir yang “edan” dan centang-perenang seperti saat ini, kita oleh Beliau RA dijari untuk selalu pandai bersyukur atas nikmat yang hadir dalam diri kita dan dituntun bagaimana menjalani hidup dan kehidupan sesuai tuntunan dan bimbingan guru-guru yang sholeh dan akhlak Rasulillah SAW.
Selanjutnya, secara realistis-organisatoris, keberadaan Al Khidmah Kampus dianggap sangat perlu dan strategis sebagai—meminjam istilah H. Hasanuddin, S.H.—“tulang punggung” pengkaderan Al Khidmah di masa depan. Satu kejahatan yang diorganisir dengan baik saja dapat menghasilkan kualitas kejahatan yang baik, apalagi satu kebaikan, tentu jika diorganisir dengan baik maka akan menghasilkan satu kebaikan yang berlipat ganda baiknya.
Satu hal yang patut disadari adalah, bahwa strategi pengembangan yang ditawarkan dalam pengembangan Al Khidmah Kampus sebaiknya sedikit berbeda dengan pengembangan umumnya Al Khidmah. Al Khidmah Kampus mesti beradaptasi dengan psiko-sosio-kultural mahasiswa di masing-masing universitas. Kita harus membaca realitas bahwa mahasiswa berada di kampus hanya kurang lebih 4 tahun. Maka kita perlu berpikir bagaimana supaya dalam masa 4 tahun itu, mahasiswa dapat secara efektif terlibat dalam kegiatan pengembangan Al Khidmah, tetapi tanpa meneledorkan kewajiban utama mereka yakni belajar dan berprestasi.
Kita harus sadar bahwa setiap kampus, sebagaimana satu daerah, memiliki kondisi yang berbeda-beda. Pengalaman mengembangkan Al Khidmah Kampus di UII, misalnya, sangatlah berbeda dengan pengembangan Al Khidmah Kampus di UIN, UGM, atau UAD. Begitu pula pengalaman mengembangkan Al Khidmah Kampus di daerah Semarang sangatlah berbeda dengan pengembangan Al Khidmah Kampus di daerah Surabaya, Ponorogo, Papua, Jogjakarta, atau Jakarta. Dengan demikian pendekatan yang perlu dilakukan terhadap masing-masing kampus mesti berbeda-beda. Hal ini agar pendekatan dan strategi pengembangan yang dilakukan oleh Al Khidmah Kampus tidak lekas putus di tengah jalan sebelum cita-cita Hadratussyaikh RA—agar Al Khidmah dapat menjadi “oase dunia”—terwujud.
Walhasil, selamat atas terselenggaranya “Malam Keakraban I dan Launching Al Khidmah Kampus Wilayah D.I. Jogjakarta”. Mudah-mudahan lahir generasi muda baru yang tangguh, sholeh, dewasa, dan istiqomah. Mudah-mudahan Allah SubhanHu wa Ta’alaa memberi kekuatan lahir dan batin kepada kita dalam mengemban amanat yang mulia ini.
Banyumas, 22 Desember 2011 [bertepatan dengan Hari Ibu Indonesia]
--------------------------
[1] Disampaikan dalam “Malam Keakraban (Makrab) I dan Launching Al Khidmah Kampus D.I. Yogyakarta”, 24-25 Desember 2011, di Joglo Abang, Sleman, Yogyakarta.
[2] Selain Hadratusyyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqy, tokoh pendiri lain adalah H. Muhammad Nuh (Menteri Pendidikan RI; saat itu beliau masih menjabat sebagai Rektor ITS), H. Muntiyarso, dan H. Hasanuddin, S.H. Lihat KH. Achmad Asrori Al Ishaqy, 2005, Tuntunan dan Bimbingan, Penerbit Jama’ah Al Khidmah, Semarang.
[3] Keterangan ini penulis peroleh dari Pidato Sambutan Ketua Umum PP Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., dalam Haul Akbar Kabupaten Gresik, 18 Desember 2011, di sepanjang Jalan Veteran, Gresik.
[4] Lihat di situs resmi Jama’ah Al Khidmah, [http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011
[5] Lihat situs Jama’ah Al Khidmah Bantul, [http://Jama’ahal-khidmahbantul.blogspot.com/p/profil_06.html], updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011. Keterangan tahun saya peroleh dari Mazdan, santri Pondok Bejen Bantul yang kerap menjadi jurnalis dalam pelbagai kegiatan Al Khidmah di Bantul.
[6] Saya lupa berapa jumlah orang yang ikut ke Kediri. Seingat saya ada dua mobil termasuk anak-anak dan pemuda Rembang, yang masih keponakan KH. Musthofa Bisri, yakni Muhammad Baihaqi Latif. Sejak tahun 2007, Baihaqi bersama saya tinggal di rumah H. Saring Artanto
[7] Sebelumnya memang antara komunitas perantau dan pengusaha dengan KH. Achmad Burhani belum saling mengenal.
[8] Secara definitif (bahkan sampai sekarang) di Sleman belum terbentuk kepengurusan Al Khidmah. Karena masih baru, atas kebijakan H. Joko Suyono, Jama’ah Al Khidmah Sleman digabung dengan kepungurusan Jama’ah Al Khidmah Kota Jogjakarta.
[9] Beliau adalah ustadz dari PP Al Fithrah Kedinding Surabaya, yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa dari Depag RI untuk menempuh S1 Bidang Hukum Islam ekstensi selama 2 tahun, 2008-2010, di UIN Sunan Kalijaga.
[10] Data ini saya peroleh dari tanggal upload foto Launching Al Khidmah Kampus Semarang dari facebook Deeda Anwar. Saya tekankan bahwa data ini belum valid (?). Al Khidmah Kampus Semarang terdiri dari Universitas Islam Sultan Agung (Unisulla), Politeknik Negeri Semarang (Polines), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes), IAIN Walisongo, IKIP PGRI, Udinus, dan Universitas Wahid Hasyim.
[11] Saya lupa siapa saja mereka. Tetapi pada prinsipnya mereka adalah para santri yang juga mahasiswa, yang selama ini mendukung Majlis Al Khidmah di Nologaten.
[12] Saya juga lupa siapa saja mereka. Seingat saya sebagian adalah mahasiswa UGM, antara lain, Majid, Witri, dan entah sekali lagi saya lupa.
[13] Lihat Surat Jawaban dari Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga untuk Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011, dengan nomor surat 48/B/Lab Agama SK/VI/2011.
[14] Karena ada pembaharuan kebijakan, selepas Lebaran Idul Fitri 2011, Majlis Rutin Selasa Sore dipindah menjadi Majlis Rutin Jumat Sore.
[15] Tentu masih banyak nama-nama baru yang tak bisa saya sebut semua di sini. Tetapi yang jelas, mereka yang saya sebut di sini adalah kader Al Khidmah Kampus generasi awal.
[16] Lihat di situs resmi Jama’ah Al Khidmah, [http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011
Jauh sebelum Jama’ah Al Khidmah secara resmi berdiri pada tanggal 25 Desember 2005 di Semarang[2], sejatinya perkumpulan ini sudah eksis sejak tahun 1987. Saat itu jumlah anggota baru belasan orang dan daerah cakupan masih berada di sekitar Gresik. Orang sering sebut perkumpulan itu geng “orong-orong”.[3] Nyaris, tak ada orang yang mau melirik perkumpulan tersebut.
Tetapi kini, saking banyaknya, jumlah Jama’ah Al Khidmah telah mencapai ribuan bahkan jutaan orang dan tersebar tak hanya di Indonesia tetapi juga di Singapura, Malaysia, Thailand, Yaman, Makkah, Madinah, Australia, dan Brunei Darussalam. Tak hanya diselenggarakan oleh masyarakat umum dan pondok pesantren, tetapi juga digelar oleh instansi pemerintah, rumah sakit, lembaga ilmiah seperti LIPI, sekolah menengah dan universitas.
Tokoh dibalik semakin membludaknya Jama’ah Al Khidmah itu bukan lain adalah Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA. Beliau adalah tokoh kunci dan pendiri Jama’ah Al Khidmah, yang dalam satu kesempatan pernah menuturkan satu harapan dan doa agar Jama’ah Al Khidmah ke depan dapat menjadi “oase dunia”.
Jama’ah Al Khidmah, seperti tertera dalam visinya, bermimpi “mewujudkan generasi yang sholeh dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, dapat menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya, guru-gurunya hingga Nabi Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadist serta tuntunan akhlaq para salfunassholeh (orang-orang dahulu yang sholeh)”.[4]
Bertumpu pada konteks itulah keberadaan Al Khidmah Kampus dengan demikian dianggap pas, kalau bukan mendesak. Al Khidmah Kampus dianggap penting paling tidak untuk dua hal: pertama, sebagai wadah generasi muda Al Khidmah di univesitas dan sekolah; kedua, sebagai medium pengkaderan dan regenerasi Al Khidmah. Maka dari itulah pada naskah ini akan dikemukakan—sejauh pengetahuan penulis—tentang sejarah dan pergulatan pengembangan Al Khidmah Kampus di Yogyakarta yang baru berjalan satu tahun terakhir.
Awal Mula
Pada tahun 1999, Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA kali pertama rawuh ke Pondok Pesantren Hidayatul Falaah Bejen Bantul. Pondok itu diasuh oleh Romo KH. Achmad Burhani Asyahidi. Sejak saat itulah bibit Al Khidmah muda tersemai di Jogjakarta. Kemudian pada tahun 2004, terselenggara Haul Akbar pertama di Masjid Agung Kabupaten Bantul, yang dihadiri pula oleh Hadratusyaikh RA.[5]
Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 18 Maret 2008 M/10 Maulud 1429 H, Romo KH. Najib Zamzami bersama rombongan santri PP Al Ishlahiyyah Kemayan Kediri rawuh di Maguwoharjo, Sleman, dalam rangkaian acara Haul Sayyidina Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilany RA. Sepengetuhan penulis, itu adalah acara manaqib pertama Al Khidmah di daerah Sleman. Romo KH. Najib berkenan rawuh ke Maguwo atas permintaan KH. Roikhan Zainal ‘Arifin dan santri-santrinya, antara lain, H. Saring Artanto, Agus Setiawan, dan Suwardiyo.
Pada tanggal 4-5 Juli 2008, sekumpulan perantau dan pengusaha di Kota Jogjakarta yang berasal dari Gunung Kidul, disepuhi oleh H. Saring Artanto dan Agus Setiyawan, sowan ke dalem Romo KH. Najib Zamzami Kediri.[6] Pisowanan itu dalam rangka memperteguh komitmen untuk “nderek” kepada Hadratussyaikh RA. Maka, atas nasihat dari Romo KH. Najib, mereka diarahkan untuk “merapat” ke Romo KH. Achmad Burhani, imam khususi daerah Jogjakarta yang ditunjuk langsung oleh Hadratussyaikh RA[7]. Kemudian pada tanggal 13 Juli 2008, Romo KH. Achmad Burhani mengajak mereka sowan ke dalem Hadrotussyaikh RA di Pondok Pesantren Kedinding, yang kala itu bertepatan dengan Pengajian Minggu Kedua. Namun, sayangnya, karena kondisi kesehatan Hadrotussyaikh RA yang saat itu sudah tidak memungkinkan, Beliau RA tidak mengisi pengajian, dan sowan dilakukan pada saat majlis-majlis berikutnya.
Hingga Mei 2009, di daerah Kota Jogjakarta terdapat kurang lebih 30 Jama’ah. Tetapi belum terbentuk kepengurusan secara resmi. Kemudian atas inisiatif dari Ketua Al Khidmah Wilayah Jateng-DIY, H. Joko Suyono, meminta agar segera dibentuk kepengurusan terutama di daerah Kota Jogjakarta. Saat itu H. Saring Artanto dan Agus Setiawan intensif bermusyawarah dengan Muhsin Kalida, MA., dosen UIN Sunan Kalijaga, soal proses pendirian kepengurusan di Kota Jogjakarta. Akhirnya pada tanggal 18 April 2009, diselenggarakan Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing perdana di Padepokan Cakruk Pintar, Nologaten, Depok, Sleman. Saat itu dihadiri oleh Romo KH. Achmad Burhani, Romo KH. Sirojan Muniro (PP Nurul Haromain Sentolo Kulonprogo), H. Joko Suyono, KH. Muhyi Darmaji, Jama’ah Al Khidmah Bantul, Jama’ah Al Khidmah Kota, warga dan tokoh masyarakat sekitar Nologaten, santri PP. Wahid Hasyim Gaten, dan santri PP Universitas Islam Indonesia.
Majlis Nologaten yang pertama itu boleh dikatakan sebagai launching Pengurus Al Khidmah Daerah Kota Jogjakarta dan Sleman.[8] Saat itu menjabat sebagai Ketua pertama adalah Agus Setiawan, lalu pada tahun 2010, diganti oleh Suwardiyo. Selain Majlis di Nologaten, atas inisiatif dari Ustadz Fathurrozi[9], di Kota sebelumnya sudah dirintis pula Majlis Rutin Malam Jumat. Sementara di Bantul sendiri, jauh sebelumnya, sudah rutin Majlis Manaqib setiap Ahad Pon dan Majlis Iklil setiap Sabtu Legi. Begitu kemudian menyusul, atas kerja keras Romo KH. Sirojan, terbentuklah pula kepengurusan dan majlis Al Khidmah di Kulonprogo dan Gunungkidul yang diketuai oleh Slamet Gento.
Kemudian pada tanggal 8 Mei 2010, Ketua Umum Pimpinan Pusat Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., rawuh ke Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing. Kehadiran beliau tentu dalam rangka memperkuat komitmen kepengurusan yang sudah terbentuk di seluruh wilayah DIY, betapapun masih sangat muda. Hal itu ditunjukkan dengan, salah satunya, diselenggarakan Musyawarah Nasional PP Al Khidmah di UIN Sunan Kalijaga, 2-4 April 2010, kemudian ditutup dengan Majlis Dzikir dan Maulidurrasul SAW di Masjid Gede Kauman, Jogjakarta, yang dihadiri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Al Khidmah Kampus
Sejak Al Khidmah Kampus Semarang dilaunching pada 3 November 2010[10], lahirlah semacam kesadaran kolektif dari kalangan muda Al Khidmah di daerah-daerah dan kota-kota besar untuk mendirikan Al Khidmah Kampus di universitas masing-masing. Sebagai perintis awal, di Semarang adalah Deeda Anwar, di Surabaya ada Robith Al Hamdany dan Fitrah Fotografi, di Jakarta ada Aris Adi Leksono, di Jogjakarta ada Andi Asmara dan Hilal Ahmed, serta beberapa mahasiswa di Malang, Ponorogo, Lamongan, Gresik, dan kota-kota lain.
Pada 20 November 2010, Andi mengundang mahasiswa dari berbagai kampus untuk mengadakan Majlis Iklil di Monjali. Selepas majlisan diadakan rapat konsolidasi dan pembentukan “embrio” pengurus Al Khidmah Kampus Jogjakarta. Rapat itu dalam rangka menyambut dibentuknya Al Khidmah Kampus Semarang. Selain penulis, hadir saat itu Yusuf (UIN Sunan Kalijaga), Hilal Ahmad (UGM), Mulyadi (UNY), beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang nyantri di PP Wahid Hasyim[11], beberapa mahasiswa UGM yang tinggal di rumah kontrakan Andi[12], dan Larit Satriyani S. Putri (putri H. Joko Suyono, mahasiswa UGM).
Rapat itu berhasil membentuk kepengurusan sementara. Penulis kebetulan diberi amanat untuk menjadi Ketua Al Khidmah Kampus Jogjakarta dan Hilal Ahmed sebagai Sekretaris. Tetapi setelah kepengurusan terbentuk tidak lantas kemudian proses konsolidasi mahasiswa di kampus-kampus berjalan dengan lancar. Betapapun banyak mahasiswa yang kenal dan paham tentang Al Khidmah (bahkan aktif di daerahnya masing-masing), perlu diketahui bahwa butuh proses yang cukup panjang untuk mencari kader unggul, baru, dan segar di kampus-kampus. Saat itu harus disadari bahwa Al Khidmah Kampus sedang mencari bentuk serta pendekatan yang pas dan tepat terutama dalam konteks keberlangsungannya di Jogjakarta, yang kondisi sosio-kulturalnya jauh berbeda dengan Semarang, Surabaya, Malang, dan daerah-daerah lain.
Akhir Mei 2011, penulis bermusyawarah kecil-kecilan dengan Alfian Haris dan Abdul Basith di rumah H. Saring. Kita sepakat untuk membuka majlis perdana Al Khidmah Kampus di Masjid UIN Sunan Kalijaga. Dengan tetap berkoordinasi dengan Andi, Hilal, dan Yusuf (PP Wahid Hasyim), maka tanggal 31 Mei 2011, Alfian Haris dan Basith melayangkan surat permohonan untuk menyelenggarakan Majlis Iklil ke Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga. Selain Muhsin Kalida, MA, adalah Baihaqi Latif dan Rosyid, dua pemuda yang berjasa memperlancar ijin kami di ketakmiran. Rosyid yang kebetulan adalah kawan Baihaqi dan anggota pengurus Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga memberi pemahaman kepada Ketua Takmir, Dr. Waryono Abdul Ghofur, tentang apa dan bagaimana Jama’ah Al Khidmah. Begitu pula dengan Muhsin Kalida yang bukan lain adalah kolega dari Dr. Waryono.
Semata-mata atas ijin Allah SWT, Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011 mengeluarkan surat bernomor 48/B/Lab Agama SK/VI/2011, berisi pemberian ijin penyelenggaran Majlis di Masjid UIN dan, yang membuat kami saat itu sangat bersyukur, memberi penekanan: “bahwa kegiatan yang dimaksud dalam surat tersebut agar dijadikan bagian dari kegiatan Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga”.[13]
Surat balasan itu sekali lagi sungguh membuat kami saat itu sangat bersyukur karena asumsi bahwa Al Khidmah Kampus tidak akan diterima oleh warga kampus di Jogjakarta menjadi terbantahkan. Dengan semangat juang yang tinggi, akhirnya pada tanggal 7 Juni 2011, tergelarlah Majlis Rutin Selasa Sore[14] perdana Al Khidmah Kampus di UIN Sunan Kalijaga yang diikuti oleh kurang lebih 45 mahasiswa. Bermula dari Majlis ini, salah satu mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia, Misbakhul Huda, berinisiatif menggelar Majlis serupa setiap hari Senin di kampusnya yang dimulai pada tanggal 20 Juni 2011. Kemudian agak belakangan, atas kerja keras Hamid dan Diyah Kholil dan Hilal Ahmed dan Larit, pada tanggal 19 November 2011, terselanggaralah Majlis Rutin Sabtu Sore (dwimungguan) di Mushola Ibnu Sina Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Bermula dari pelbagai majlis itu pulalah kemudian muncul kader-kader baru dari berbagai universitas di Jogjakarta. Misalnya, di UIN Sunan Kalijaga—selain Alfian Haris dan Abdul Basith—ada Amir Yusuf dan Abdullah Wasik; di UNY ada Taufiq dan Farida; di UII ada Nur Haris ‘Ali, Denes, Alfi Rahmawati, Wisnu, Rijal Bahtiar; di UGM—selain tentu saja Hilal Ahmed dan Larit Satriyani S. Putri—ada Diyah Kholil dan Hamid.[15]
Tentu tak hanya mereka (dan teman-teman mereka yang tak bisa saya sebut semua di sini) yang berperan penting dalam masa perintisan awal Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Mereka yang menjadi staf di kampus-kampus tersebut dengan kelegaan hati dan kesabaran perjuangan juga membantu mengembangkan Al Khidmah Kampus. Sebut saja misalnya Ali Ubaidillah (UII), Bunda Umi (UGM), Muhammad Zakiy Muntazhar (UGM), dan teman-teman Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) UGM. Sementara di luar kampus, nama yang paling patut disebut di sini adalah Romo KH. Achmad Burhani, Deeda Anwar, H. Saring, dan seluruh elemen yang berada di bawah tenda besar Al Khidmah baik di Jogjakarta dan Jawa Tengah, baik dari daerah maupun pusat.
Untuk mewadahi agar semangat yang tangguh itu terus berkibar dan tak lekas pudar, maka pada tanggal 22 Agustus 2011 H/22 Ramadlan 1423 H, dibentuklah kepengurusan Al Khidmah Kampus Wilayah D.I. Yogyakarta yang baru dan reshuffle kepengurusan tingkat universitas se-DIY di Universitas Islam Indonesia. Misbakhul Huda mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus Wilayah DI Yogyakarta. Nur Haris ‘Ali, menggantikan Huda, mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UII. Amir Yusuf mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga, menggantikan Alfian Haris yang mendapat amanat sebagai Sekretaris Al Khidmah Kampus DIY. Taufiq mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UNY. Sementara di UGM, masih dipegang secara kolektif oleh Hilal Ahmed, Hamid, Diyah Kholil, dan Larit.
Seolah seperti menyambut semangat kolektif tersebut, para kader-kader baru dengan kesungguhan—yang tak bisa saya bayangkan: sangat tangguh dan luar biasa—bekerja keras untuk kemajuan Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Dan Malam Keakraban pada dua hari ini adalah salah satu dari jerih payah mereka.
Agenda Ke Depan
Pertanyaannya kemudian: ke mana langkah Al Khidmah Kampus Jogjakarta ke depan? Pertanyaan lain yang tak kurang pentingnya: untuk (si)apa Al Khidmah Kampus ini?
Pertanyaan itu dapat dijawab dengan dua perspektif: normatif-visioner dan realistis-organisatoris.
Secara normatif-visioner Al Khidmah Kampus, seperti dikemukakan di awal tulisan ini, mengemban visi yang tulus: “mewujudkan generasi yang sholeh dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, dapat menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya, guru-gurunya hingga Nabi Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadist serta tuntunan akhlaq para salfunassholeh (orang-orang dahulu yang sholeh)”. [16]
Al Khidmah Kampus perlu kita kembangkan bukan untuk siapa-siapa, kecuali untuk kita dan akan kembali kepada kita dan generasi setelah kita. Maka kita tentu perlu melakukan “pembumian” ke dalam kegiatan yang lebih praktis dan “persepsibel” agar visi itu tidak sekadar menjadi satu visi yang kosong. Dan pekerjaan ini akan kita garap saat Rapat Kerja Al Khidmah Kampus DIY, besuk tanggal 25 Desember 2011 di Joglo Abang, Sleman.
Tetapi cukuplah semangat yang perlu terus kita perbaharui saat ini adalah, bahwa perjuangan kita di Al Khidmah Kampus bukan lain bertujuan untuk membahagiakan hati orangtua dan guru kita terutama Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA. Kita tentunya ingat, dengan kasih sayangnya yang agung, Hadratussyaikh RA tetap bersemangat membimbing, mengarahkan, dan mendoakan kita agar kita menjadi pribadi yang senantiasa berdzikir, berfikir, dan beramal sholeh. Kita pun diajari oleh Beliau RA bagaimana cara menghormati dan membahagiakan hati guru, orang tua, dosen, keluarga, pahlawan, para pendahulu yang sholeh, hingga Nabi Besar Muhammad SAW. Yang tak kalah penting, di tengah jaman akhir yang “edan” dan centang-perenang seperti saat ini, kita oleh Beliau RA dijari untuk selalu pandai bersyukur atas nikmat yang hadir dalam diri kita dan dituntun bagaimana menjalani hidup dan kehidupan sesuai tuntunan dan bimbingan guru-guru yang sholeh dan akhlak Rasulillah SAW.
Selanjutnya, secara realistis-organisatoris, keberadaan Al Khidmah Kampus dianggap sangat perlu dan strategis sebagai—meminjam istilah H. Hasanuddin, S.H.—“tulang punggung” pengkaderan Al Khidmah di masa depan. Satu kejahatan yang diorganisir dengan baik saja dapat menghasilkan kualitas kejahatan yang baik, apalagi satu kebaikan, tentu jika diorganisir dengan baik maka akan menghasilkan satu kebaikan yang berlipat ganda baiknya.
Satu hal yang patut disadari adalah, bahwa strategi pengembangan yang ditawarkan dalam pengembangan Al Khidmah Kampus sebaiknya sedikit berbeda dengan pengembangan umumnya Al Khidmah. Al Khidmah Kampus mesti beradaptasi dengan psiko-sosio-kultural mahasiswa di masing-masing universitas. Kita harus membaca realitas bahwa mahasiswa berada di kampus hanya kurang lebih 4 tahun. Maka kita perlu berpikir bagaimana supaya dalam masa 4 tahun itu, mahasiswa dapat secara efektif terlibat dalam kegiatan pengembangan Al Khidmah, tetapi tanpa meneledorkan kewajiban utama mereka yakni belajar dan berprestasi.
Kita harus sadar bahwa setiap kampus, sebagaimana satu daerah, memiliki kondisi yang berbeda-beda. Pengalaman mengembangkan Al Khidmah Kampus di UII, misalnya, sangatlah berbeda dengan pengembangan Al Khidmah Kampus di UIN, UGM, atau UAD. Begitu pula pengalaman mengembangkan Al Khidmah Kampus di daerah Semarang sangatlah berbeda dengan pengembangan Al Khidmah Kampus di daerah Surabaya, Ponorogo, Papua, Jogjakarta, atau Jakarta. Dengan demikian pendekatan yang perlu dilakukan terhadap masing-masing kampus mesti berbeda-beda. Hal ini agar pendekatan dan strategi pengembangan yang dilakukan oleh Al Khidmah Kampus tidak lekas putus di tengah jalan sebelum cita-cita Hadratussyaikh RA—agar Al Khidmah dapat menjadi “oase dunia”—terwujud.
Walhasil, selamat atas terselenggaranya “Malam Keakraban I dan Launching Al Khidmah Kampus Wilayah D.I. Jogjakarta”. Mudah-mudahan lahir generasi muda baru yang tangguh, sholeh, dewasa, dan istiqomah. Mudah-mudahan Allah SubhanHu wa Ta’alaa memberi kekuatan lahir dan batin kepada kita dalam mengemban amanat yang mulia ini.
Banyumas, 22 Desember 2011 [bertepatan dengan Hari Ibu Indonesia]
--------------------------
[1] Disampaikan dalam “Malam Keakraban (Makrab) I dan Launching Al Khidmah Kampus D.I. Yogyakarta”, 24-25 Desember 2011, di Joglo Abang, Sleman, Yogyakarta.
[2] Selain Hadratusyyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqy, tokoh pendiri lain adalah H. Muhammad Nuh (Menteri Pendidikan RI; saat itu beliau masih menjabat sebagai Rektor ITS), H. Muntiyarso, dan H. Hasanuddin, S.H. Lihat KH. Achmad Asrori Al Ishaqy, 2005, Tuntunan dan Bimbingan, Penerbit Jama’ah Al Khidmah, Semarang.
[3] Keterangan ini penulis peroleh dari Pidato Sambutan Ketua Umum PP Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., dalam Haul Akbar Kabupaten Gresik, 18 Desember 2011, di sepanjang Jalan Veteran, Gresik.
[4] Lihat di situs resmi Jama’ah Al Khidmah, [http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011
[5] Lihat situs Jama’ah Al Khidmah Bantul, [http://Jama’ahal-khidmahbantul.blogspot.com/p/profil_06.html], updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011. Keterangan tahun saya peroleh dari Mazdan, santri Pondok Bejen Bantul yang kerap menjadi jurnalis dalam pelbagai kegiatan Al Khidmah di Bantul.
[6] Saya lupa berapa jumlah orang yang ikut ke Kediri. Seingat saya ada dua mobil termasuk anak-anak dan pemuda Rembang, yang masih keponakan KH. Musthofa Bisri, yakni Muhammad Baihaqi Latif. Sejak tahun 2007, Baihaqi bersama saya tinggal di rumah H. Saring Artanto
[7] Sebelumnya memang antara komunitas perantau dan pengusaha dengan KH. Achmad Burhani belum saling mengenal.
[8] Secara definitif (bahkan sampai sekarang) di Sleman belum terbentuk kepengurusan Al Khidmah. Karena masih baru, atas kebijakan H. Joko Suyono, Jama’ah Al Khidmah Sleman digabung dengan kepungurusan Jama’ah Al Khidmah Kota Jogjakarta.
[9] Beliau adalah ustadz dari PP Al Fithrah Kedinding Surabaya, yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa dari Depag RI untuk menempuh S1 Bidang Hukum Islam ekstensi selama 2 tahun, 2008-2010, di UIN Sunan Kalijaga.
[10] Data ini saya peroleh dari tanggal upload foto Launching Al Khidmah Kampus Semarang dari facebook Deeda Anwar. Saya tekankan bahwa data ini belum valid (?). Al Khidmah Kampus Semarang terdiri dari Universitas Islam Sultan Agung (Unisulla), Politeknik Negeri Semarang (Polines), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes), IAIN Walisongo, IKIP PGRI, Udinus, dan Universitas Wahid Hasyim.
[11] Saya lupa siapa saja mereka. Tetapi pada prinsipnya mereka adalah para santri yang juga mahasiswa, yang selama ini mendukung Majlis Al Khidmah di Nologaten.
[12] Saya juga lupa siapa saja mereka. Seingat saya sebagian adalah mahasiswa UGM, antara lain, Majid, Witri, dan entah sekali lagi saya lupa.
[13] Lihat Surat Jawaban dari Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga untuk Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011, dengan nomor surat 48/B/Lab Agama SK/VI/2011.
[14] Karena ada pembaharuan kebijakan, selepas Lebaran Idul Fitri 2011, Majlis Rutin Selasa Sore dipindah menjadi Majlis Rutin Jumat Sore.
[15] Tentu masih banyak nama-nama baru yang tak bisa saya sebut semua di sini. Tetapi yang jelas, mereka yang saya sebut di sini adalah kader Al Khidmah Kampus generasi awal.
[16] Lihat di situs resmi Jama’ah Al Khidmah, [http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism
3:33 PM

Liburan Natal, Puluhan Mahasiswa Muslim Jogja Launching Al Khidmah Kampus

Oleh: Haris Nur Ali
Tepat pada hari Natal nanti, yang juga hari libur nasional, 25 Desember 2011, puluhan mahasiswa asal Jogjakarta yang tergabung dalam jama’ah Al Khidmah Kampus Jogjakarta menggelar Launching Al Khidmah Kampus Jogjakarta, bertempat di Joglo Abang Melati, Sleman, Jogjakarta.
Turut direncanakan hadir, yaitu H. Joko Suyono, ketua Al Khidmah Jawa Tengah-DIY, H. Imam Subekti, penasehat Al Khidmah Jawa Timur yang juga tangan kanan pendiri Al Khidmah, Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory, r.a, Deeda Anwar, Pembina Al Khidmah Kampus Semarang, Aris Laksmana, Pembina Al Khidmah Kampus Jakarta, Fitrah Fotografi, Photographer Al Khidmah yang juga Jama’ah Al Khidmah Kampus dari Surabaya, dan Moch. Najib Yuliantoro, Pembina Al Khidmah Kampus Jogjakarta.[]
Muhammad Latif, ketua panitia, kepada sejumlah wartawan menuturkan, acara launching yang digelar di Sleman, center kota Jogjakarta tersebut berlangsung selama dua hari dan dirangkai ke dalam bentuk malam keakraban (makrab) ala mahasiswa.
“Acara ini sebenarnya dua hari (Sabtu dan Minggu, red), tapi untuk launching Al Khidmah Kampus-nya dipilih pada hari Minggunya. Dan memang, kami desain semenarik mungkin ke dalam bentuk makrab, karena kan, mahasiswa itu lebih suka acara yang seperti makrab gitu daripada yang formal-formal.”
Mahasiswa asal Universitas Islam Indonesia itu menambahkan, acara Makrab Al Khidmah Kampus Jogjakarta tersebut juga akan dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, delegasi Al Khidmah Kampus dari berbagai kampus yang ada di Indonesia.
“Untuk sementara ini, konfirmasi yang kami peroleh, delegasi yang pasti datang ada dari kampus Surabaya, Jakarta, dan Semarang, belum yang luar pulau. Malah yang Semarang, menurut konfirmasi terakhir yang kami dapat, mendelegasikan mahasiswa dengan isi dua mobil penuh,” imbuhnya.
Sementara itu, Nur Haris ‘Ali, koordinator acara, kepada wartawan media ini menambahkan, acara Makrab Al Khidmah Kampus tersebut akan diakhiri dengan pemotongan tumpeng dan sebelumnya diawali terlebih dahulu dengan majlis dzikir doa bersama, mendoakan bangsa Indonesia serta ada outbound di hari Minggu paginya.
“Ya sebagai tanda telah ter-launching Al Khidmah Kampus Jogja, dari divisi acara, nanti akan ada pemotongan tumpeng dan outbound di hari Minggu paginya itu. Lalu, akan dimulai dengan majlis dzikir doa bersama, mendoakan bangsa Indonesia. Sekalian mengenang peristiwa tsunami Aceh 24 Desember tujuh tahun silam,” ungkap mahasiswa asal Tulungagung Jawa Timur tersebut.
Ditemui secara terpisah, Misbakhul Huda, selaku ketua Al Khidmah Kampus DIY, kepada wartawan media ini ikut menjelaskan, diakannya kegiatan makrab dan launching Al Khidmah Kampus Jogja ini juga sebagai salah satu bentuk khidmah (mengabdi. red) para mahasiswa muslim Jogja kepada bangsa, negara, dan agama, dalam memperjuangkan syiar agama Islam yang telah dirintis oleh para ulama’ salafunassholih, terutama Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory, r.a.
“Target kami launching Al Khidmah Kampus Jogja ini adalah untuk mengemban amanat serta istiqomah meneruskan estavet perjuangan agama Islam yang telah dirintis oleh ulama-ulama’ salafunas sholih dan juga pendiri Al Khidmah, Hadlorotus Syaikh KH. Achmad Asrory, r.a.”
Lebih lanjut, laki-laki yang biasa disapa Kang Huda itu menambahkan, bentuk konkret dari syiar agama Islam yang akan digelar Al Khidmah Kampus Jogja setelah makrab nanti adalah mengadakan majlis-majlis dzikir dan maulidur rasul di kampus-kampus yang ada di Wilayah Jogjakarta.
“Untuk bentuk konkret dari syiar agama Islam ini nanti, mohon doanya, kami sudah merencanakan untuk mengadakan majlis-majlis dzikir dan maulidurrasul di kampus-kampus yang ada di Jogjakarta. Mohon doanya saja ya.”
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism,
Majlis Dzikir,
News
3:35 AM
2 Hari Ber-Khidmah: Catatan Perjalanan Jogja - Tulungagung - Surabaya
Subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah Allaahu akbar…
***
Perjalanan ini memang sudah kami rencanakan jauh-jauh hari ketika kami masih di Jogjakarta. Setidaknya, ada tiga hajat besar yang ingin kami tuju dari perjalanan kali ini: Sowan-ziarah maqom ke Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA (mursyid thoriqoh wan naqsyabandiyah al qodiriyah al ‘ustmaniyah), ziarah maqom ke kanjeng Sunan Ampel dan hajat yang ketiga: menghadiri rapat persiapan Jambore Al Khidmah Kampus Nasional serta Majlis Dzikir-Sholat Tashbih Akbar. Ketepatan, untuk hajat yang pertama dan ketiga, berada di satu lokasi: Pondok Pesantren Al Fitrah Surabaya.
Kami berjumlah lima orang: Saya, Huda, Zainal, Denez dan Kharis. Empat dari kami dari kampus Jogja dan mewakili kampus masing-masing. Huda, Al Khidmah Kampus DIY, Denez, Al Khidmah Kampus UGM), saya, Al Khidmah Kampus UII, dan Kharis, Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga. Sementara Zainal, ia mewakili Al Khidmah Kampus Brawijawa Malang. Niat sudah bulat, kami memutuskan untuk berangkat pukul 4 sore. Meski, badan terasa sangat capek—karena baru saja menempuh perjalanan mudik Jogja –Tulungagung, selama 7 jam di atas kendaran bermotor—namun hati ini terasa tentram bila dibenturkan dengan krentek: “ini demi khidmah kita ke Hadlorotusy Syaikh dan wewakili Al KHIDMAH Kampus masing-masing,” kata salah seorang dari kami.
Setelah menunggu kedatangan kereta yang sedikit molor dari jam semestinya—maklum, kereta ekonomi—berangkatlah kami dengan modal bismillaah….
Stasiun Ngunut Tulungagung
Selama di dalam kereta, kami tidak banyak bercakap. Ya, maklumlah, kami baru datang dari Jogja jam 11 siang. Belum lagi puas istirahat, jam 4 sorenya langsung meluncur ke Surabaya. Hanya tidur di atas kursi kereta yang membikin kami nyaman.
Stasiun Semut – Surabaya. Pukul 22.34 wib
“Bro…bro…tangi, tangi, sudah sampai,” Huda membangunkan saya.
Kami berlima langsung mengambil tas masing-masing. Turun dari kereta. Keluar menuju jalan luar stasiun. Meski malam hari, suasana di sekitar stasiun itu masih terlihat ramai. Beberapa kendaaran terlihat lalu lalang menghiasai jalanan di malam berbintang itu. Tak ayal, taksi yang kemudian kami minta berhenti pun juga ikut meramaikan jalanan yang menghubungkan Surabaya – Madura itu.
“Ke Kedinding Lor, Pondok Al Fitrah ya, Pak,” bilang saya, ke sopir taksi.
“Kedinding Lor?” bapak sopir itu sedikit mengernyutkan dahi, “iya..ayo..masuk…” kata pak sopir itu sambil melambai-lambaikan tangannya kepada kami.
Pondok Pesantren Al Fitrah, Pukul 22.55 wib
Alhamdulillahirabbil ‘aalamin… tiba juga akhirnya, kami, di pintu masuk pondok pesantren yang ingin kami tuju. Suasana di pesantren ini terlihat masih ramai. Puluhan santri berkopyah khas putih sedang mempersiapkan hajat besar untuk hari esok: Majlis Dzikir AL KHIDMAH, Sholat Tashbih dan Sholat Hajat Akbar.
Wajar, persiapan demi persiapan, seperti yang sering disebut-sebut oleh kakak saya, Najib Yuliantoro, pun pada malam itu terlihat sangat dimatangkan. Acara yang rencana akan di gelar di lapangan pesantren dan sepanjang gang menuju arah pesantren ini, pada malam keesokan harinya itu, adalah puncak dari seluruh rangkaian safari Jama’ah AL KHIDMAH selama bulan Ramadlan yang tersebar di seluruh tanah Jawa pada tahun ini. Tikar, air minum, pembatas jama’ah, sound system, lampu, konsumsi dan persiapan lainnya, telah dipersiapkan oleh para santri pada malam itu juga.
Kedatangan kami di pesantren ini memang tidak untuk membantu para santri, maka setibanya kami di pesantren, kami langsung istirahat. Jam 3 pagi buta kami harus bangun untuk sahur. Lalu, sambil menunggu adzan shubuh yang didahului oleh tarhim, kami sudah merencanakan untuk ziarah maqom ke Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA.

Ini memang pengalaman pertama saya ke pesantren dan ke maqom ini. Memang, saya sedikit terlambat mengetahui bahwa pendiri pondok ini, Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA adalah seorang ulama’ kharismatik besar. Ketika masuk ke maqom dan melihat maqom beliau, tidak tahu kenapa saya meneteskan air mata. “Subhaanallaah… Bagaimana hal ini bisa terjadi?”. Beliau adalah seorang ‘alim ‘allamah, secara total, mengabdikan diri ber-khidmah hanya untuk ummat, berjuang lillahi ta’ala. Beliau juga seorang mursyid dan murabbi, yang ketika masih muda ditunjuk langsung oleh mursyid thoriqoh sebelumnya, Hadlorotus Syaikh Utsman Al Ishaqy.
Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA

Dari Pesantren Al Fitrah menuju Maqom Sunan Ampel
Setelah sholat shubuh secara berjama’ah dengan para santri di pesanten ini, kami berencana bertolak untuk ziarah ke maqom Sunan Ampel. Tapi, ada yang mengganjal diantara kami. Belum pernah ada diantara kami yang tahu jalan menuju Sunan Ampel. Tanyalah kami akhirnya ke salah satu santri di pesantren itu.
“Oh, mangke jenengan naik Len (angkot.red) warna orange dari depan pondok itu,” katanya sambil menunjuk pintu masuk pesantren, “setelah itu, jenengan bilang saja sama sopirnya, mau ke Sunan Ampel. Nanti jenengan diturunkan di perempatan Nggirik-an. Terus nanti jenengan jalan saja ke arah selatan kurang lebih 100 meter. Pun dugi niku mangke.”
“Oh….mekaten njjeh. Matur nuwun njjeh, kang,” jawab saya setelah memberikan keterangan bahwa kami dari Jogjakarta.
Ada sedikit cerita ketika kami naik len. Waktu itu selama di dalam len, kami memang tidak banyak cakap, malahan, kami hanya mendengarkan saja percakapan-percakapan para penumpang yang sama-sama ada di dalam len itu. Mereka berbicara memakai logat Suroboyo-an. Seorang ibu-ibu, yang terus saja berucap di dalam len itu, bercerita tentang sifat manusia yang ia temui hari ini. Kebetulan, dari ceritanya, saya dapati ternyata baru saja ada kecelakaan kendaraan, antara orang jawa dengan orang Madura.
Pastinya saya kurang tahu persis kejadiannya seperti apa. Yang saya pahami, dari percakapan ibu-ibu itu dengan kawannya di dalam len, ia mengatakan, “kabeh wong iku podho… (semua orang itu sama)..” katanya dengan tetap memakai logat khas Suroboyo-an, “mung atine wae bedho. Ngga onok sing ngerti nek ati iku…(Cuma, hatinya saja yang membikin beda. Tak ada yang tahu tentang urusan hati itu)…” ibu itu masih meneruskan, “kecobo siji: Pengeran sing kuoso…(kecuali satu: Allah Yang Maha Kuasa)…” katanya sambil nunjuk arah atas.
Sementara itu, secara pribadi saya masih was-was. Dalam hati terus bertanya-tanya, “Perempatan nggririk-an sudah belum ya?”. Akhirnya, saya beranikan diri untuk bertanya pada ibu-ibu tadi yang, ketepatan duduk tidak jauh dari tempat saya duduk.
“Oh, badhe teng Nggirik-an ta, Nak? Badhe ziarah Ampel ta, Nak?” (Oh, mau ke Nggirik-an ya, Nak? Mau Ziarah ke Sunan Ampelkah, Nak?) katanya sambil melihat kepala kami masing-masing yang memakai kopyah khas putih. “Iya, bu’” jawab saya, senyum.
“Jik pisan iki a, ke Surabaya?” (baru kali ini ya, ke Surabaya?) tanyanya lagi. “Arek ngendi a, Nak, sampean?” (dari manakah, Nak, kamu?) “Iya, bu’. Saking Jogjakarta.” (Iya, bu’. Kami dari Jogjakarta) Jawab saya, singkat.
“Engko melok aku ae, Nak. Aku yo arep ke Nggirik-an. Wis, melok aku ae. Engko sampean melok aku. Turun nok perempatan. Mlaku ae, Nak, ke maqome. Cedak kok. Jo takon karo wong lanang yo, Nak. Nek takon-takon engko sampean karo wong wadok ae, ben ndak diarahno naik becak. Wong cedak kok.” (Nanti ikutin saya saja, Nak. Saya juga mau ke Nggirik-an. Sudah, ikut saya saja nanti. Nanti kalian ikut saya. Nanti kalau tanya-tanya, kalian tanya saja dengan wanita, jangan laki-laki, biar tidak diarahkan untuk naik becak. Soalnya cuma dekat, Nak, ke arah maqom Sunan Ampel itu). Ibu itu menjelaskan panjang lebar.
“Oh. Injjeh, bu,” jawab saya lagi.
Akhirnya, tibalah kami di perempatan Nggirik-an. Kami turun, mengikuti ibu itu yang lebih dekat dengan pintu len daripada kami. “Ayo, nak turun, Nak. Sampean melok aku.” Setelah turun, saya berniat mau membayar ke sopir Len tersebut, tapi sama ibu-ibu itu dilarang. Malah ibu’ itu bilang begini: “Wis, wis, nggak usah, Nak. Aku ae sing bayar. Wis, nggak opo. Enggo santri iki, wis aku ae, Nak, sing bayar.” (sudah, sudah, tidak usah, Nak. Saya saja yang membayar. Sudah tidak apa-apa. Demi santri ini, sudah biar saya saja yang membayar ongkosnya, Nak)
Subhaanallaah…dalam hati saya terbesit: Ibu ini luar biasa betul dengan orang berkopyah putih. Kami pun mendapat julukan santri seketika itu juga, padahal belum pantas bila gelar itu disematkan untuk kami. Dan….ongkos naik angkot kami,jadi beliau bayari gara-gara kami memakai kopyah putih khas pesantren Al Fitrah. Subhaanallaah….*Semoga Allah memudahkan setiap urusan ibu’. Memberikan kelancaran, keberkahan, dan ke-istiqomah-an untuk ‘ibaadallaah…lillaahi ta’aalaa…aamiin.
Kami pun langsung mengikuti arah-arah yang diberikan ibu’ tadi. Hingga sesampainya kami di maqom, kami langsung mengambil air wudlu, kemudian menuju maqom Sunan Ampel.
Yang namanya maqom Sunan Ampel, tidak pernah sepi. Meskipun pagi, siang, atau malam, di sekitar maqom ini selalu saja ramai oleh para peziarah. Demikian keterangan yang saya dapati dari para peziarah sebelumnya. Dan ternyata, hal itu benar. Suasana di sekitar maqom ramai oleh para peziarah.
Terkait Sunan Ampel sendiri, sudah banyak cerita yang mengkisahkannya. Yang jelas, di tanah jawa ini, awal mulanya ada ajaran agama Islam yang membawa ya beliau-beliau ini: para wali 9. Dan Sunan Ampel, adalah guru dari para wali-wali tersebut.


Setelah selesai berziarah, seperti biasa, kami sempatkan untuk sedikit belanja di sepanjang jalan menuju jalan keluar maqom. Ada banyak kios di sana: mulia dari penjual tasbih, minyak wangi, baju muslim-muslimah, kopyah, kerudung, foto para wali, ulama’ dan sejenisnya.
Pondok Pesantren Al Fitrah, Pukul 09.35 wib
Setelah sampai lagi di pesantren ini. Kami langung mencari teman-teman kami: Al Khidmah Kampus Surabaya, Malang dan Semarang. Rupanya, mereka sudah tiba. Ada yang dari ITS, IAIN Sunan Ampel, UNDIP, UIN Malang, Unibraw, dan kami dari kampus Jogja (UIN, UGM, UII).
Rapat persiapan Jambore AL KHIDMAH Nasional di mulia sekitar pukul 10.20 wib. Meski dihadiri oleh sedikit orang, namun para hadirin ini adalah para inisiator Jambore AL KHIDMAH kampus dari kampus-kampus yang ada di tanah Jawa ini. Beberapa kesimpulan terkait persiapan Jambore AL KHIDMAH Nasional ini adalah sebagai berikut:
Insya Allah akan dilaksanakan di bulan November, sekitar tanggal 25 s.d 27. Pesertanya sesuai dengan visi-misi AL KHIDMAH: siapa saja, dari semua golongan, putra dan putri, namun diutamakan para mahasiswa-mahasiswi dari berbagai kampus yang suka dengan kegiatan doa bersama: Berdzikir kepada Allah SWT, membaca Al Quran bersama, bersolawat bersama kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, membaca manaqib bersama lisultonul auliya’ Syekh Abdul Qodir Al Jailani r.a, dan berdo’a bersama-mendo'akan kedua orang tua, para leluhur, guru-guru, sampai arwahul muslimin wal muslimat al akhya’i minhum wal amwat, fi jami’ il jihad.
Inisiator Sukses Dunia dan Akhirat: Rajin Berbakti, Akhlak Berprestasi [Al Khidmah Kampus sedang rapat]
Sementara itu, jam di dinding masjid pesantren Al Fitrah menujuk pukul 15.15 wib. Saya dan beberapa teman AL KHIDMAH kampus, setelah sholat ashar di masjid, kembali lagi menuju tempat peristirahatan yang telah disediakan.
Ada pemandangan yang mengejutkan di hadapan saya. Ratusan jama’ah berpakain putih-putih berdatangan untuk acara nanti malam di pesantren ini. Dari kendaran-kendaraan yang parkir di sekitar pesantren itu, saya dapati ada yang dari Semarang, Tulungagung, Malang, Kediri, Jakarta, Jogjakarta, Bojonegoro, Lamongan dan masih banyak lagi.
Menjelang waktu berbuka, ratusan jama’ah sudah berjubel. Subhaanallaah…saya sampai bingin bagaimana bisa melukiskannya dengan tulisan-tulisan di sini. Yang jelas, mereka, para jama’ah berpakaian putih-putih itu, sudah pada menempati tempat-tempat yang telah disediakan panitia. Hebatnya, acara yang sebegitu besar, yang masih separonya dari acara Haul Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA ini, tiada lain tiada bukan adalah para santri Pesantren Al Fitrah sendiri.
Sore hari, menjelang waktu berbuka puasa
Lantunan gema sholawat tiada henti-hentinya terus dikumandangkan dari masjid Pondok Pesantren ini sambil menunggu waktu berbuka. Hingga sampai acara puncak, di malam harinya setelah sholat tarawih, bacan-bacan sholawat, tahlil, dan istiqhotsah kembali menggaung mengguncang langit di sekitar pesantren. Gema istighotsah dan tahlil akbar itu serasa mengguncang langit secara bertubi-tubi Kota Surabya di malam penuh rahmat itu. Menembus cakrawala. Langit dan bintang-bintang di malam itu menjadi saksi dari ratusan ribu manusia yang sedang berdzikir, berdoa bersama untuk umat Muhammad, untuk para orang tua, untuk para aulia’ dan juga para guru.
Subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah Allaahu akbar…tidak sedikit suara isak tangis dari para jama’ah ikut melengkapi suasana di malam itu. Subhaanallah..Ya Rabb...terasa betul ribuan malaikat ikut turun mengamini. Ribuan malaikat pun ikut-mengikuti alunan dzikir yang dipimpin oleh seorang imam. Bertasbih, memuji keagungan Allah Subhaanahuwata’alaa.
Malam hari, ketika majlis dzikir sedang dimulai

* Penulis adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, salah seorang pecinta & penggerak Majlis Al Khidmah Kampus Ngayogyokarto Hadiningrat.
“Ini memang pengalaman pertama saya datang ke Pondok Pesantren Al Fitrah Surabaya. Pondok ini, menurut beberapa keterangan, dulunya hanya berada di atas tanah berukuran 3 hektar. Jumlah santri pun sedikit, namun, pemandangan yang begitu mengagetkan muncul menggebrakkan keterangan tersebut: ratusan ribu manusia berbalut baju putih-putih, dari berbagai daerah, berjubel di lapangan dan sekitar lingkungan pesantren itu. Ada apakah gerangan?”
***
Perjalanan ini memang sudah kami rencanakan jauh-jauh hari ketika kami masih di Jogjakarta. Setidaknya, ada tiga hajat besar yang ingin kami tuju dari perjalanan kali ini: Sowan-ziarah maqom ke Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA (mursyid thoriqoh wan naqsyabandiyah al qodiriyah al ‘ustmaniyah), ziarah maqom ke kanjeng Sunan Ampel dan hajat yang ketiga: menghadiri rapat persiapan Jambore Al Khidmah Kampus Nasional serta Majlis Dzikir-Sholat Tashbih Akbar. Ketepatan, untuk hajat yang pertama dan ketiga, berada di satu lokasi: Pondok Pesantren Al Fitrah Surabaya.
Kami berjumlah lima orang: Saya, Huda, Zainal, Denez dan Kharis. Empat dari kami dari kampus Jogja dan mewakili kampus masing-masing. Huda, Al Khidmah Kampus DIY, Denez, Al Khidmah Kampus UGM), saya, Al Khidmah Kampus UII, dan Kharis, Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga. Sementara Zainal, ia mewakili Al Khidmah Kampus Brawijawa Malang. Niat sudah bulat, kami memutuskan untuk berangkat pukul 4 sore. Meski, badan terasa sangat capek—karena baru saja menempuh perjalanan mudik Jogja –Tulungagung, selama 7 jam di atas kendaran bermotor—namun hati ini terasa tentram bila dibenturkan dengan krentek: “ini demi khidmah kita ke Hadlorotusy Syaikh dan wewakili Al KHIDMAH Kampus masing-masing,” kata salah seorang dari kami.
Setelah menunggu kedatangan kereta yang sedikit molor dari jam semestinya—maklum, kereta ekonomi—berangkatlah kami dengan modal bismillaah….

Selama di dalam kereta, kami tidak banyak bercakap. Ya, maklumlah, kami baru datang dari Jogja jam 11 siang. Belum lagi puas istirahat, jam 4 sorenya langsung meluncur ke Surabaya. Hanya tidur di atas kursi kereta yang membikin kami nyaman.
Stasiun Semut – Surabaya. Pukul 22.34 wib
“Bro…bro…tangi, tangi, sudah sampai,” Huda membangunkan saya.
Kami berlima langsung mengambil tas masing-masing. Turun dari kereta. Keluar menuju jalan luar stasiun. Meski malam hari, suasana di sekitar stasiun itu masih terlihat ramai. Beberapa kendaaran terlihat lalu lalang menghiasai jalanan di malam berbintang itu. Tak ayal, taksi yang kemudian kami minta berhenti pun juga ikut meramaikan jalanan yang menghubungkan Surabaya – Madura itu.
“Ke Kedinding Lor, Pondok Al Fitrah ya, Pak,” bilang saya, ke sopir taksi.
“Kedinding Lor?” bapak sopir itu sedikit mengernyutkan dahi, “iya..ayo..masuk…” kata pak sopir itu sambil melambai-lambaikan tangannya kepada kami.
Pondok Pesantren Al Fitrah, Pukul 22.55 wib
Alhamdulillahirabbil ‘aalamin… tiba juga akhirnya, kami, di pintu masuk pondok pesantren yang ingin kami tuju. Suasana di pesantren ini terlihat masih ramai. Puluhan santri berkopyah khas putih sedang mempersiapkan hajat besar untuk hari esok: Majlis Dzikir AL KHIDMAH, Sholat Tashbih dan Sholat Hajat Akbar.
Wajar, persiapan demi persiapan, seperti yang sering disebut-sebut oleh kakak saya, Najib Yuliantoro, pun pada malam itu terlihat sangat dimatangkan. Acara yang rencana akan di gelar di lapangan pesantren dan sepanjang gang menuju arah pesantren ini, pada malam keesokan harinya itu, adalah puncak dari seluruh rangkaian safari Jama’ah AL KHIDMAH selama bulan Ramadlan yang tersebar di seluruh tanah Jawa pada tahun ini. Tikar, air minum, pembatas jama’ah, sound system, lampu, konsumsi dan persiapan lainnya, telah dipersiapkan oleh para santri pada malam itu juga.
Kedatangan kami di pesantren ini memang tidak untuk membantu para santri, maka setibanya kami di pesantren, kami langsung istirahat. Jam 3 pagi buta kami harus bangun untuk sahur. Lalu, sambil menunggu adzan shubuh yang didahului oleh tarhim, kami sudah merencanakan untuk ziarah maqom ke Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA.

Ini memang pengalaman pertama saya ke pesantren dan ke maqom ini. Memang, saya sedikit terlambat mengetahui bahwa pendiri pondok ini, Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA adalah seorang ulama’ kharismatik besar. Ketika masuk ke maqom dan melihat maqom beliau, tidak tahu kenapa saya meneteskan air mata. “Subhaanallaah… Bagaimana hal ini bisa terjadi?”. Beliau adalah seorang ‘alim ‘allamah, secara total, mengabdikan diri ber-khidmah hanya untuk ummat, berjuang lillahi ta’ala. Beliau juga seorang mursyid dan murabbi, yang ketika masih muda ditunjuk langsung oleh mursyid thoriqoh sebelumnya, Hadlorotus Syaikh Utsman Al Ishaqy.


Dari Pesantren Al Fitrah menuju Maqom Sunan Ampel
Setelah sholat shubuh secara berjama’ah dengan para santri di pesanten ini, kami berencana bertolak untuk ziarah ke maqom Sunan Ampel. Tapi, ada yang mengganjal diantara kami. Belum pernah ada diantara kami yang tahu jalan menuju Sunan Ampel. Tanyalah kami akhirnya ke salah satu santri di pesantren itu.
“Oh, mangke jenengan naik Len (angkot.red) warna orange dari depan pondok itu,” katanya sambil menunjuk pintu masuk pesantren, “setelah itu, jenengan bilang saja sama sopirnya, mau ke Sunan Ampel. Nanti jenengan diturunkan di perempatan Nggirik-an. Terus nanti jenengan jalan saja ke arah selatan kurang lebih 100 meter. Pun dugi niku mangke.”
“Oh….mekaten njjeh. Matur nuwun njjeh, kang,” jawab saya setelah memberikan keterangan bahwa kami dari Jogjakarta.
Ada sedikit cerita ketika kami naik len. Waktu itu selama di dalam len, kami memang tidak banyak cakap, malahan, kami hanya mendengarkan saja percakapan-percakapan para penumpang yang sama-sama ada di dalam len itu. Mereka berbicara memakai logat Suroboyo-an. Seorang ibu-ibu, yang terus saja berucap di dalam len itu, bercerita tentang sifat manusia yang ia temui hari ini. Kebetulan, dari ceritanya, saya dapati ternyata baru saja ada kecelakaan kendaraan, antara orang jawa dengan orang Madura.
Pastinya saya kurang tahu persis kejadiannya seperti apa. Yang saya pahami, dari percakapan ibu-ibu itu dengan kawannya di dalam len, ia mengatakan, “kabeh wong iku podho… (semua orang itu sama)..” katanya dengan tetap memakai logat khas Suroboyo-an, “mung atine wae bedho. Ngga onok sing ngerti nek ati iku…(Cuma, hatinya saja yang membikin beda. Tak ada yang tahu tentang urusan hati itu)…” ibu itu masih meneruskan, “kecobo siji: Pengeran sing kuoso…(kecuali satu: Allah Yang Maha Kuasa)…” katanya sambil nunjuk arah atas.
Sementara itu, secara pribadi saya masih was-was. Dalam hati terus bertanya-tanya, “Perempatan nggririk-an sudah belum ya?”. Akhirnya, saya beranikan diri untuk bertanya pada ibu-ibu tadi yang, ketepatan duduk tidak jauh dari tempat saya duduk.
“Oh, badhe teng Nggirik-an ta, Nak? Badhe ziarah Ampel ta, Nak?” (Oh, mau ke Nggirik-an ya, Nak? Mau Ziarah ke Sunan Ampelkah, Nak?) katanya sambil melihat kepala kami masing-masing yang memakai kopyah khas putih. “Iya, bu’” jawab saya, senyum.
“Jik pisan iki a, ke Surabaya?” (baru kali ini ya, ke Surabaya?) tanyanya lagi. “Arek ngendi a, Nak, sampean?” (dari manakah, Nak, kamu?) “Iya, bu’. Saking Jogjakarta.” (Iya, bu’. Kami dari Jogjakarta) Jawab saya, singkat.
“Engko melok aku ae, Nak. Aku yo arep ke Nggirik-an. Wis, melok aku ae. Engko sampean melok aku. Turun nok perempatan. Mlaku ae, Nak, ke maqome. Cedak kok. Jo takon karo wong lanang yo, Nak. Nek takon-takon engko sampean karo wong wadok ae, ben ndak diarahno naik becak. Wong cedak kok.” (Nanti ikutin saya saja, Nak. Saya juga mau ke Nggirik-an. Sudah, ikut saya saja nanti. Nanti kalian ikut saya. Nanti kalau tanya-tanya, kalian tanya saja dengan wanita, jangan laki-laki, biar tidak diarahkan untuk naik becak. Soalnya cuma dekat, Nak, ke arah maqom Sunan Ampel itu). Ibu itu menjelaskan panjang lebar.
“Oh. Injjeh, bu,” jawab saya lagi.
Akhirnya, tibalah kami di perempatan Nggirik-an. Kami turun, mengikuti ibu itu yang lebih dekat dengan pintu len daripada kami. “Ayo, nak turun, Nak. Sampean melok aku.” Setelah turun, saya berniat mau membayar ke sopir Len tersebut, tapi sama ibu-ibu itu dilarang. Malah ibu’ itu bilang begini: “Wis, wis, nggak usah, Nak. Aku ae sing bayar. Wis, nggak opo. Enggo santri iki, wis aku ae, Nak, sing bayar.” (sudah, sudah, tidak usah, Nak. Saya saja yang membayar. Sudah tidak apa-apa. Demi santri ini, sudah biar saya saja yang membayar ongkosnya, Nak)
Subhaanallaah…dalam hati saya terbesit: Ibu ini luar biasa betul dengan orang berkopyah putih. Kami pun mendapat julukan santri seketika itu juga, padahal belum pantas bila gelar itu disematkan untuk kami. Dan….ongkos naik angkot kami,jadi beliau bayari gara-gara kami memakai kopyah putih khas pesantren Al Fitrah. Subhaanallaah….*Semoga Allah memudahkan setiap urusan ibu’. Memberikan kelancaran, keberkahan, dan ke-istiqomah-an untuk ‘ibaadallaah…lillaahi ta’aalaa…aamiin.
Kami pun langsung mengikuti arah-arah yang diberikan ibu’ tadi. Hingga sesampainya kami di maqom, kami langsung mengambil air wudlu, kemudian menuju maqom Sunan Ampel.
Yang namanya maqom Sunan Ampel, tidak pernah sepi. Meskipun pagi, siang, atau malam, di sekitar maqom ini selalu saja ramai oleh para peziarah. Demikian keterangan yang saya dapati dari para peziarah sebelumnya. Dan ternyata, hal itu benar. Suasana di sekitar maqom ramai oleh para peziarah.
Terkait Sunan Ampel sendiri, sudah banyak cerita yang mengkisahkannya. Yang jelas, di tanah jawa ini, awal mulanya ada ajaran agama Islam yang membawa ya beliau-beliau ini: para wali 9. Dan Sunan Ampel, adalah guru dari para wali-wali tersebut.


Setelah selesai berziarah, seperti biasa, kami sempatkan untuk sedikit belanja di sepanjang jalan menuju jalan keluar maqom. Ada banyak kios di sana: mulia dari penjual tasbih, minyak wangi, baju muslim-muslimah, kopyah, kerudung, foto para wali, ulama’ dan sejenisnya.
Pondok Pesantren Al Fitrah, Pukul 09.35 wib
Setelah sampai lagi di pesantren ini. Kami langung mencari teman-teman kami: Al Khidmah Kampus Surabaya, Malang dan Semarang. Rupanya, mereka sudah tiba. Ada yang dari ITS, IAIN Sunan Ampel, UNDIP, UIN Malang, Unibraw, dan kami dari kampus Jogja (UIN, UGM, UII).
Rapat persiapan Jambore AL KHIDMAH Nasional di mulia sekitar pukul 10.20 wib. Meski dihadiri oleh sedikit orang, namun para hadirin ini adalah para inisiator Jambore AL KHIDMAH kampus dari kampus-kampus yang ada di tanah Jawa ini. Beberapa kesimpulan terkait persiapan Jambore AL KHIDMAH Nasional ini adalah sebagai berikut:
Insya Allah akan dilaksanakan di bulan November, sekitar tanggal 25 s.d 27. Pesertanya sesuai dengan visi-misi AL KHIDMAH: siapa saja, dari semua golongan, putra dan putri, namun diutamakan para mahasiswa-mahasiswi dari berbagai kampus yang suka dengan kegiatan doa bersama: Berdzikir kepada Allah SWT, membaca Al Quran bersama, bersolawat bersama kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, membaca manaqib bersama lisultonul auliya’ Syekh Abdul Qodir Al Jailani r.a, dan berdo’a bersama-mendo'akan kedua orang tua, para leluhur, guru-guru, sampai arwahul muslimin wal muslimat al akhya’i minhum wal amwat, fi jami’ il jihad.

Sementara itu, jam di dinding masjid pesantren Al Fitrah menujuk pukul 15.15 wib. Saya dan beberapa teman AL KHIDMAH kampus, setelah sholat ashar di masjid, kembali lagi menuju tempat peristirahatan yang telah disediakan.
Ada pemandangan yang mengejutkan di hadapan saya. Ratusan jama’ah berpakain putih-putih berdatangan untuk acara nanti malam di pesantren ini. Dari kendaran-kendaraan yang parkir di sekitar pesantren itu, saya dapati ada yang dari Semarang, Tulungagung, Malang, Kediri, Jakarta, Jogjakarta, Bojonegoro, Lamongan dan masih banyak lagi.
Menjelang waktu berbuka, ratusan jama’ah sudah berjubel. Subhaanallaah…saya sampai bingin bagaimana bisa melukiskannya dengan tulisan-tulisan di sini. Yang jelas, mereka, para jama’ah berpakaian putih-putih itu, sudah pada menempati tempat-tempat yang telah disediakan panitia. Hebatnya, acara yang sebegitu besar, yang masih separonya dari acara Haul Hadhrotusy-Syaikh Al Murrabi Al Mursyid Romo KH Achmad Asrori Al Ishaqi RA ini, tiada lain tiada bukan adalah para santri Pesantren Al Fitrah sendiri.

Lantunan gema sholawat tiada henti-hentinya terus dikumandangkan dari masjid Pondok Pesantren ini sambil menunggu waktu berbuka. Hingga sampai acara puncak, di malam harinya setelah sholat tarawih, bacan-bacan sholawat, tahlil, dan istiqhotsah kembali menggaung mengguncang langit di sekitar pesantren. Gema istighotsah dan tahlil akbar itu serasa mengguncang langit secara bertubi-tubi Kota Surabya di malam penuh rahmat itu. Menembus cakrawala. Langit dan bintang-bintang di malam itu menjadi saksi dari ratusan ribu manusia yang sedang berdzikir, berdoa bersama untuk umat Muhammad, untuk para orang tua, untuk para aulia’ dan juga para guru.
Subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah Allaahu akbar…tidak sedikit suara isak tangis dari para jama’ah ikut melengkapi suasana di malam itu. Subhaanallah..Ya Rabb...terasa betul ribuan malaikat ikut turun mengamini. Ribuan malaikat pun ikut-mengikuti alunan dzikir yang dipimpin oleh seorang imam. Bertasbih, memuji keagungan Allah Subhaanahuwata’alaa.
Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Lembut dan Maha Penyantun.
Maha suci Allah, Tuhan pemelihara arsy
Maha suci Allah, Tuhan pemilik segala puji seluruh alam.
Ya Allah Ya Rabb, kepada-Mu kami memohon,
Ya Allah Ya Rabb, kepada-Mu kami menyembah dan meminta pertolongan
Ya Allah, Tuhan pemilik segala kekuasaan
Tak ada suatu kepentingan, melainkan Engkau beri jalan keluar
Ya Allah, Tuhan pegang segala hajat
Tak ada hajat yang mendapat kerelaan-Mu, melainkan Engkau kabulkan.
Subhanaalah, wal hamdulillah, walaailaa haillaallah Allahu akbar.
Lakalhamdu, walakas Syukru, Wa ilaika annabtu, Wa iyyaka na’budu wa iyyakanas ta’iinu…


* Penulis adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, salah seorang pecinta & penggerak Majlis Al Khidmah Kampus Ngayogyokarto Hadiningrat.
Labels:
Al Khidmah Kampus,
Citizen Journalism