Oleh : Moch Najib Yuliantoro
Share
Di Indonesia, kehadiran Al Khidmah Kampus (AK) sekali lagi terhitung masih amat belia. Sekali tempo pernah muncul sinisisme dan keraguan terhadap kontinuitas perkumpulan baru ini. Tetapi dengan ketangguhan jiwa aktivisme yang ditunjukkan oleh generasi muda di dalamnya, akhirnya kita segera tahu, bahwa keraguan itu hanyalah isapan jempol belaka.
Tepat pada tanggal 9-11 Maret 2012 nanti, AK akan menggelar perhelatan agung, yakni “Jambore Al Khidmah Kampus Nasional 2012”. Bertempat di kota istimewa dan terpelajar, Jogjakarta, tepatnya di tiga kampus terbesar dan bersejarah: Kampus Taman Siswa, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia.
Jogjakarta dan tiga kampus itu dipilih sebagai lokasi perhelatan agung ini bukan tanpa sebab. Jogjakarta populer dengan ikon kota pelajar dan kota toleransi. Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, membangun dasar-dasar pendidikan Indonesia di kota Jogjakarta. Lahirnya Kampus Taman Siswa adalah salah satu hadiah berharga dari beliau untuk Republik Indonesia. Maka bukan mengada-ada jika pembukaan Jambore kali ini diawali dengan melakukan serangkaian ziarah (napak tilas) ke makam beliau--dan Raja-Raja Jawa di Imogiri--serta menggelar doa bersama di Pendopo Taman Siswa.
Begitu pula, dengan Universitas Gadjah Mada. Sebagai kampus kerakyatan, UGM memikul tanggung jawab yang besar terhadap tersemainya nalar kebangsaan, kenusantaraan, dan Pancasila. AK lahir tidak untuk mengubah dasar-dasar itu. AK juga tidak tertarik untuk mengubah NKRI menjadi negara khilafah. AK datang untuk meneguhkan wawasan kenusantaraan, kebangsaan, dan Pancasila. AK datang untuk menjaga NKRI agar tetap utuh, plural, dan damai.
Selanjutnya, dipilihnya Universitas Islam Indonesia juga tak lepas dari sejarah berdirinya kampus tersebut. Kampus UII didirikan oleh tokoh lintas pemahaman dalam Islam. UII adalah wujud dari indahnya pluralitas pemikiran. Para pendiri itu adalah M. Natsir (tokoh Masyumi), KH. Mas Mansur (tokoh Muhammadiyah), KH. Wahid Hasyim (tokoh NU), KH. A. Kahar Mudzakkir, M. Roem, dan pendiri Republik Indonesia, Bung Hatta. Lahir pada 8 Juli 1945, UII yang bercorak Islami dan nasionalis, diharapkan mampu menjadi ikon pendidikan Islam modern bagi rakyat muslim Indonesia. Persis pada konteks inilah, AK berkomitmen menjadi “obor penerang” bagi perjalanan bangsa Indonesia, apapun ragam aliran dan pemahamannya. AK ingin menjadi bagian dari bangsa ini yang terus menyalakan pijar mata hati generasi muda Indonesia agar menjadi insan yang berakhlak mulia dan memiliki wawasan Nusantara.
Suara Pembaharuan
Pendiri Al Khidmah, Almaghfurllah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, suatu ketika pernah mengutarkan satu cita-cita yang sangat visioner. Al Khidmah, kata Beliau, sebagai “oase dunia”. Sebagaimana kita pahami bersama, mendokan orang tua, mencintai guru, mengenang jasa dan ajaran para pahlawan dan para pendahulu yang sholih, adalah satu ajaran universal dalam Islam. Kehadiran AK semata-mata untuk menjawab komitmen itu dengan langkah yang lebih berani, serius, profesional dan istiqomah.
AK datang dengan suara pembaharuan. Ia hadir dengan gaya yang sedikit berbeda dari lumrah. Bahwa untuk menjawab cita-cita itu, bagi AK, regenerasi adalah sebuah harga mati. Strategi pengkaderan harus segera disusun. Taktik pengembangan juga mesti digarap secara cerdas dan visioner.
Di Semarang, pengembangan AK butuh waktu tiga tahun untuk membentuk satu generasi muda AK yang tangguh, militan, dan tahan banting. Di Jogjakarta, belajar dari Semarang, butuh waktu jauh lebih singkat, kurang lebih satu tahun. Begitu pula taktik pengembangan di Surabaya, Jakarta, Ponorogo, Gresik, Cirebon, dan kota-kota lain, memiliki strateginya sendiri.
Penulis bahkan lebih memilih “oase dunia” itu bukan sebagai cita-cita, melainkan sebagai “janji”. Dengan menyebut “janji”, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melunasinya. Kadar tanggung jawab untuk melaksanakan satu “janji” boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada “cita-cita”.
Pelunasan atas janji itu sekali lagi bukan tanpa strategi. Sampai kiamat tiba, janji itu tak akan terpenuhi jika kita pasrah begitu saja. Dengan bahasa agak nakal, kita tidak cukup berdoa terus tanpa ikhtiar. Kita tidak boleh diam, apalagi mengeluh. Kita mesti bersatu, mencipta ide-ide jenius, lalu bergerak, dan terus bergerak. Kita harus bangkit. Kita harus kerja keras!
Pelunasan atas janji itu tidak terlalu rumit tetapi juga tidak perlu dianggap mudah. Melalui Jambore Nasional 2012 nanti, kita bertemu bukan untuk basa-basi. Kita bertemu untuk bersatu dan bersinergi. Kita punya tanggung jawab untuk melunasi janji kolektif: menjadikan “Al Khidmah sebagai Oase Dunia”.
Ini adalah panggilan mulia dari segelintir orang tua yang resah terhadap masa depan Al Khidmah. Dan kita, generasi muda Al Khidmah Kampus, akan menjawabnya dengan suara pembaharuan yang akan terus bergema lantang, tanpa henti, hingga kiamat datang. []
Krapyak, 7 Februari 2012
===
Moch. Najib Blog
===
Post a Comment