Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Olahraga    Kuliner    Film   
Streaming

Follow Me

Haul Ngroto 2018 (Edisi Kedua)


Haul Ngroto 2018 | Rabu-Kamis, 26-27 Desember 2018 |
====================================
***Sekapur sirih tentang HAUL NGROTO ***

HAUL NGROTO merupakan salah satu kegiatan Majlis Dzikir dan Mauliddurrasul Muhammad SAW yang telah dirintis langsung oleh Hadrotus Syaikh Romo KH. Muhammad Utsman Al ishaqy ra. sejak tahun 1960an kemudian dilanjutkan, dikembangkan dan dilestarikan serta disyiarkan oleh Hadrotus Syeikh Romo KH. Ahmad Asrori Al Ishaqy ra. Dan dari Haul Ngroto inilah, dirintis Majlis Majlis besar yang diselenggarakan oleh perkumpulan Jama’ah Al Khidmah Jawa Tengah dan DIY.

Secara geografis Desa Ngroto teletak di Desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah yang berjarak hanya _+ 30km dari Masjid Agung Demak, didesa Ngroto ini terdapat makam makam WaliyuLLah diantaranya makam Syeikh Abdurroham Ganjur (salah 1 WaliyuLlah Yang hidup pada masa Wali 9) dan Syeikh Sirojuddin.

Berkah dari Hadrotus Syeikh Muhammad Utsman Al Ishaqy ra. dan Hadrotys Syeikh Ahmad Asrori Al Ishaqy ra. Haul Ngroto tambah berkembang hingga saat ini dan dihadiri -+ 80 ribu jama’ah dari berbagai pelosok daerah.

Oleh karna itu kami mengumumkan dan mengundang untuk bersama sama hadir dalam MAJLIS DZIKIR DAN MAULIDURROSUL MUHAMMAD SAW dan HAUL NGROTO yang insyaaLLah akan dilaksanakan pada :

Hari : Rabu malam Kamis
Tanggal : 26 Desember 2018
Waktu : Sholat Maghrib Berjama’ah – Selesai
Tempat : Masjid Jami’ Sirojuddin Ngroto Gubug Grobogan
Dan
Hari : Kamis pagi
Tanggal : 27 Desember 2018
Waktu : 06.30 WIB( diawwali dengan Ziarah di Makam Syaikh Sirojuddin dan dilanjutkan Majlis Dzikir dan Maulidurrosul Muhammad SAW)
Tempat : Depan Mushola Pon-Pes Assalafi Miftahul Huda Ngroto Gubug Grobogan

Semoga kita senantiasa diberikan kesempatan dan kelapangan hati sehingga bisa bersama sama hadir dan berkumpul berdzikir dalam Majlis yang mulia ini.
(Bagi jama’ah yang menghendaki menginap/ bermaktab bisa menghubungi Muhammad Rosikin cp. 085712858054)
=====================================
Informasi perkembangan dan update yang lain bisa disimak melalui Fanpage Al Khidmah Ngroto.

*Info Haul Ngroto 2018*
Kepada jamaah yang ingin hadir dimohon koordinator/ pengurus daerah masing2 segera melaporkan Jamaahnya :
1. Nama koordinator:
2. Daerah :
3. No Telp :
4. Jumlah armada :
5. Jumlah jama'ah :
6. Waktu kedatangan :
Panitia menyediakan maktab bagi jamaah yg berasal dari luar daerah koorwil Ngroto. (CP Muhammad Rosikin, 085712858054).
Panitia Haul Ngroto 2018



Nadhom Ya Arkhama Rokhimin, Al Khidmah Ngroto [ Video ]


Lantunan bacaan Nadhom Ya Arkhama Rokhimin dalam acara Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto Bulan Shofar 1440 H, yang berlangsung pada tanggal 17 Shofar 1440 H / Kamis,25 Oktober 2018 di kompleks Musholla Miftahul Huda Ngroto, Gubug, Grobogan, Jawa Tengah.


Nadhom 'Ibadalloh, Al Khidmah Ngroto [ Video ]


Lantunan bacaan Nadhom 'Ibadalloh dalam acara Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto Bulan Shofar 1440 H, yang berlangsung pada tanggal 17 Shofar 1440 H / Kamis,25 Oktober 2018 di kompleks Musholla Miftahul Huda Ngroto, Gubug, Grobogan, Jawa Tengah.

Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto, Bulan Shofar 1440 H. [ Official Video - Full Version ]


 

Dokumentasi video Majlis Dzikir Wa Maulidurrosul SAW Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto Bulan Shofar 1440H Kamis, 25 Oktober 2018 / 17 Shofar 1440H di kompleks Musholla Miftahul Huda Ngroto, Gubug, Grobogan, Jawa Tengah.
Majlis Pitulasan Al Khidmah Ngroto diselenggarakan tiap malam tanggal 17 bulan qomariyah.

Aerial Video, Musholla Miftahul Huda Ngroto


Musholla Miftahul Huda atau dalam sebutan yang lain dikenal sebagai Zawiyyah Utsmaniyyah merupakan salah satu bangunan ikonik yang menjadi Landmark Desa Ngroto, Gubug, Grobogan, Jawa Tengah.

Musholla Miftahul Huda terletak di kompleks Pondok Pesantren Assalafi Miftahul Huda yang diasuh oleh Sesepuh Al Khidmah Jawa Tengah - D.I Yogyakarta, K.H Munir Abdullah, berada di sisi timur Desa Ngroto, berdekatan dengan daerah aliran sungai Tuntang yang berhulu di Danau Rawapening Kabupaten Semarang. Disekitar bangunan Musholla tersebut juga terdapat makam dari beberapa tokoh ulama yang dikenal memiliki kedalaman ilmu dan kealiman perilaku. Di selatan Musholla terdapat makam Syaikh Abdurrahman Ganjur Godhomustoko, sedangkan di sisi timur yang tidak terlalu jauh dari Musholla merupakan kompleks pemakaman Syaikh Sirodjuddin.


Asmaul Khusna dan Ratibul Haddad PP Sunan Pandanaran

https://www.youtube.com/watch?v=ZTAkmZ8AsZs

Lantunan merdu bacaan Asmaul Khusna dan Ratibul Haddad versi Pondok Pesantren Sunan Pandanaran yang beralamat di Jl. Kaliurang Km 12.5, Candi, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

Rangkaian bacaan Asmaul Khusna dan Ratibul Haddad dalam acara Khotmil Qur'an tanggal 17 Mei 2017. 


Silsilah keilmuan Kyai Khoiron/Mbah Gareng Ngroto


Pengajian Akbar yang disampaikan oleh K.H Ahmad Muwafiq atau biasa dipanggil dengan sebutan Gus Muwafiq selalu menarik untuk disimak. Dalam beberapa kesempatan Beliau menyebut nama Mbah Khoiron/Mbah Gareng Ngroto, Gubug, Grobogan.  

Makam Kyai Khoiron/Mbah Gareng berada di Kompleks Makbaroh Syaikh Sirodjuddin Ngroto, Gubug, Grobogan, Jawa Tengah ( Sebelah timur Makbaroh Syaikh Abdurrahman Ganjur atau bersebelahan dengan kompleks Pondok Pesantren Assalafi Miftahul Huda Ngroto ).

Silsilah keilmuan Kyai Khoiron/Mbah Gareng Ngroto #1
Pengajian Akbar Gus Muwafiq Yogyakarta dalam rangka Harlah NU ke 91


Silsilah keilmuan Kyai Khoiron/Mbah Gareng Ngroto #2
Pengajian Akbar K.H Muwafiq (Gus Muwafiq Jogja)


Silsilah keilmuan Kyai Khoiron/Mbah Gareng Ngroto #3
Pengajian Akbar K.H Ahmnad Muwafiq (Gus Muwafiq Jogja) di Ds Repaking, Wonosegoro, Boyolali dalam rangka Peringatan Isro' Mi'roj

DESAKU YANG KUCINTA



Dr. H. Darwito S.E, MM, ELP*
Alhamdulillah saya bangga terlahir dari Desa Ngroto, Kec Gubug, Kab Grobogan dengan Purwodadi sebagai Ibu Kota Kabupaten, sebuah desa terpencil yang jauh dari keramaian, jalannya becek , listrinya byar pet -byar pet, kesejahteraan rakyatnya kurang perhatian dengan segudang penderitaan.
Desa tersebut terletak di tepi sungai Tuntang yang berhulu di Danau Rawapening dengan alur  berkelok kelok,  setiap tahun meluapkan airnya menggenangi rumah-rumah penduduk. 71 tahun lebih rakyatnya ikhlas menerima kenyataan, namun jangan salah sangka, sekira dari tahun 1466  yang lalu di desa tersebut pernah menjadi desa yang hebat dengan bukti terdapat bangunan masjid kuno seusia masjid Demak berdiri, ada dua makam wali dan juga tokoh pejuang yang tidak terdaftar dalam catatan sejarah nasional yaitu Syaikh Abdurrahman Ganjur dan Syaikh Sirajudin.
Semoga amal ibadahnya di terima Alloh dan perjuangannya ada yang melanjutkan, sehingga terlahir bibit-bibit unggul yang jujur dan penuh dedikasi. Kami yakin buah yang jatuh tidak jauh dari pohon induknya.

Di desa tersebut juga terdapat Pondok Pesantren Miftahul Huda yang dipimpin Romo K.H Munir Abdullah, seorang Kyai karismatik dengan ratusan ribu jamaah  yang tersebar di Jawa Tengah. Banyak kyai, pejabat, tokoh-tokoh nasional seperti Bupati, Gubernur sampai  Presiden Abdurrahman Wahid/Gusdur pernah berkunjung ke desa Ngroto untuk silaturahmi dan berdoa dalam makam tersebut, berdoa dalam makam bukan untuk minta si mayit agar mencukupi keperluanya tetapi mendoakan si mayit yang masih memiliki energi positif agar bahagia di alamnya karena hakikat doa yang baik adalah kembali kepada yang berdoa.
"Ya Allah, luaskan kuburan mereka, muliakan arwah mereka, sampaikan mereka pada ridha-Mu, tenteramkan mereka dengan rahmat-Mu, rahmat yang menyambungkan kesendirian mereka, yang menghibur kesepian mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Alloh bangkitkan anak-anak desa dan dari anak turunnya yang jujur dan tulus untuk ikut peduli membangun negeri “. Salam kerabat Ngroto Darwito.

* Dr. H. Darwito S.E, M.M, ELP. Owner LIA Gallery Semarang & Pendiri kantor motivator Nafsul Muthmainah Achievement (NMA) Training Center.

Mengenal Mir-at At-Thullab: Kitab Fiqh Pertama Karya Ulama Nusantara

Istimewa

Di era abad ke-15 hingga abad ke-20 bahasa Melayu memainkan posisi penting dalam dinamika keilmuan Islam. Selain bahasa Arab, Turki dan Persia, bahasa Melayu menjadi pilihan dalam pengantar keilmuan, administrasi, hingga komunikasi sehari-hari di wilayah Asia Tenggara. Bahkan menjadi bahasa pemersatu Islam Nusantara yang terdiri dari berbagai macam etnis.

Selain menggunakan bahasa Melayu sebagai pemersatu keilmuan dan kebudayaan, kaum muslimin di kawasan ini juga menggunakan aksara Jawi atau juga bisa disebut sebagai aksara Pegon, yaitu adaptasi dari huruf Arab untuk menuliskan lafal atau kalimat dalam bahasa lokal (Melayu, Jawa, Bugis, Madura, dan lain sebagainya).

Berdasar pada huruf-huruf Arab “jim” (ج), “ain” (ع), “fa” (ف), “kaf” (ك), dan “ya” (ي), maka lambat laun tercipta lima huruf yang masing-masing menandakan bunyi-bunyi yang lazim pada bunyi lidah rumpun etnis Melayu. Kelima huruf yang tercipta adalah: “ca”, “nga”, “pa”, “ga”, dan “nya”. Jenis huruf ini di kawasan Jawa disebut juga dengan huruf Pegon, yang biasanya dipakai untuk menuliskan kitab berbahasa Jawa. “Dengan cara inilah para ulama kita menuliskan karya-karyanya untuk konsumsi masyarakat Muslim-Melayu-Indonsia, termasuk kitab-kitab fiqih,” tulis Nor Huda dalam "Islam Nusantara: Sejarah sosial Intelektual Islam di Indonesia"

Di antara karya awal yang terlacak menggunakan aksara Jawi dalam proses penulisannya adalah kitab Sirath al-Mustaqim buah karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, ulama India yang menjadi mufti kesultanan Aceh. Meski ulama non-Melayu, namun dalam menjalankan tugas sebagai serang pendidik umat, Ar-Raniri menyadari pentingnya penguasaan atas bahasa lokal disertai dengan pola komunikasi adaptatif yang bisa diterima oleh masyarakat awam. Karena itulah ulama ini menuliskannya menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu, bukan bahasa Arab.

Setelah Ar-Raniri wafat, seorang ulama lokal dengan reputasi internasional, Syaikh Abdurrauf As-Sinkili melanjutkan kiprah Ar-Raniri dengan menuliskan sebuah karya yurisprudensi Islam (fiqih) berjudul Mir-at At-Thullab. Karya ini diakui sebagai karya perdana ulama Nusantara di bidang fiqih yang menggunakan bahasa Melayu beraksara Jawi-Pegon. Memang, sebelumnya hampir dua abad sebelumnya sudah ada beberapa karya Walisongo yang ditulis dengan menggunakan aksara Jawa (hanacaraka) yang lebih banyak membahas tasawuf dan akhlak.

Karya As-Sinkili ini diakui sebagai salah satu karya tebal yang pernah ditulis oleh ulama Nusantara era awal. Kitab setebal 650 halaman yang ditulis tangan ini menyajikan pembahasan fiqih secara lengkap menggunakan bahasa Melayu kuno. Dengan menyajikan rujukan dari beragam kitab salaf yang ditulis oleh para ulama bermadzhab Syafi’i, jelas menunjukkan bahwa As-Sinkili adalah ulama bermadzhab Syafi’i, sebagaimana madzhab ini dianut oleh mayoritas rakyat kesultanan Aceh dan kawasan Nusantara saat itu dan hingga saat ini.

As-Sinkili menunjukkan kualitas keilmuannya melalui kitab ini, antara lain dengan cara mengupas sebuah permasalahan dengan pola tanya jawab. Isi pertanyaan seputar masalah keseharian yang dialami oleh masyarakat pada umumnya, dan kemudian dia jawab dengan menggunakan perangkat keilmuan yang dia miliki, disertai dengan berbagai rujukan kitab yurisprudensi klasik. “Kitab yang disajikan oleh Syaikh Abdurrauf ini merupakan kontribusi besar masyarakat Aceh semasanya dan setelah hidupnya. Si pengarang dalam menjelaskan duduk permasalahan hukum sangat berhati-hati dan tidak terlepas dari berbagai pertimbangan, yakni atas dasar pertimbangan sosial dan sultan.” tulis Muliadi Kurdi (dkk.) dalam penerbitan ulang Mir-at At-Thullab beraksara latin yang diterbitkan ulang atas usaha Lembaga Naskah Aceh (NASA), 2015 silam.

Mengapa menggunakan standar pertimbangan sosial dan sultan? Sebab kitab yang berjudul asli Mir-at At-Thullab fi Tashil Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhab ini ditulis atas permintaan Sultanah Shafiyyatuddin, penguasa Kesultanan Aceh, diselesaikan pada 1074 H/1663 M. As-Sinkili mempersembahkan kitab ini di hadapan sang ratu pada hari Sabtu, 8 Jumadil Akhir 1083 H/ 1 Oktober 1672 M.

Raja perempuan ini adalah istri Sultan Iskandar Tsani, yang menggantikan suaminya dan berkuasa relatif lama sejak tahun 1051 H/1641 M hingga 1086 H/1675 M. Sultanah Shafiyyatuddin pantas berterimakasih kepada As-Sinkili, sebab melalui karya inilah pada akhirnya seorang raja memiliki standar pegangan manakala akan memutuskan sebuah perkara, dan para hakim (qadhi) di Aceh saat itu memiliki kitab standar rujukan, selain As-Sirath Al-Mustaqim karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniri.

Namun, tidak seperti As-Sirath al-Mustaqim yang hanya membahas masalah ibadah, Mir-at At-Thullab mengemukakan banyak aspek dari fiqih, termasuk kehidupan politik, sosial, ekonomi dan keagamaan kaum muslimin. Karena mencakup topik-topik yang begitu luas, karya ini jelas merupakan kitab penting di bidang tersebut.

Referensi utama karya ini adalah Fath al-Wahhab karya Imam Zakariyya al-Anshari. Selain itu, As-Sinkili juga mengambil bahan dari buku-buku standar seperti Fath al-Jawab dan Tuhfat al-Muhtaj, dua karya Ibnu Hajar al-Haitami (w. 973 H/ 1565 M); Nihayat al-Muhtaj karya Syamsuddin Ar-Ramli; Tafsir al-Baidlawi karya Ibnu Umar al-Baidlawi (w. 685 H/1286 M); dan Syarh Sahih Muslim karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/ 1277 M). “Dengan sumber-sumber ini, As-Sinkili menjelaskan hubungan dan koneksi intelektualnya dengan jaringan ulama.” tulis Azyumardi Azra dalam "Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia".

Melalui Mir-at At-Thullab, dia menunjukkan kepada kaum muslimin di kepulauan Nusantara bahwa doktrin-doktrin hukum Islam tidak terbatas pada ibadah, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari mereka. Meskipun Mir-at At-Thullab tidak lagi digunakan di Nusantara dewasa ini, namun di masa lampau, kitab ini menjadi salah satu kitab rujukan terpenting kerajaan Islam di kepulauan Nusantara. M.B. Hooker, salah seorang orientalis, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, mengemukakan jika "Lumaran", salah satu kumpulan hukum Islam yang digunakan umat Islam di wilayah Mindanao, Filipina, sejak pertengahan abad ke-19, menjadikanu Mir-at At-Thullab ini sebagai salah satu acuan utamanya. Salah satu bagian pembahasan mengenai waris di kitab ini—yang kemudian dibukukan menjadi Kitab Faraidh—bahkan digunakan sebagai rujukan oleh sebagian besar kaum muslimin Melayu-Indonesia di masa belakangan.

Dengan ketebalan di atas rata-rata, Mir-at At-Thullab dibagi dalam 71 bab. Masing-masing bab membahas topik berbeda, dari fiqih muamalah, munakahat, jinayah (pidana Islam), ahwal al-syakhsiyyah (perdata Islam), hingga soal siyasah (politik). Karena merupakan buku standar rujukan para qadhi (hakim), maka mula-mula As-Sinkili membahas peranan seorang hakim, hak dan tanggungjawabnya, serta konsekwensi manakala mengkhianati sumpah dan menyalahgunakan jabatannya.

“Adanya kitab As-Shirat al-Mustaqim karya Ar-Raniri dan Mir-at At-Thullab karya As-Sinkili menunjukkan, paling tidak, sejak tahun 1600 dan seterusnya terdapat suatu minat yang serius terhadap syariat di samping tasawuf di kalangan kamu muslim Sumatera.” Demikian tulis Martin Van Bruinessen dalam "Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia".

Penulis asal Belanda ini menengarai hal demikian karena pada babakan periode sebelumnya terdapat kecenderungan terhadap tasawuf falsafi di kalangan masyarakat Aceh, khususnya pada saat Hamzah Fansuri dan Syamsudin Sumatrani masih hidup dan mengajarkan pemikirannya di bidang tasawuf falsafi. Pemikiran kedua sufi aliran Wahdatul Wujud ini kemudian ditentang oleh mufti kesultanan Aceh, Nuruddin Ar-Raniri, yang membawa genre tasawuf akhlaki.

Setelah Ar-Raniri wafat, corak tasawuf akhlaki digawangi oleh As-Sinkili yang merupakan pembawa silsilah dan ajaran Tarekat Syattariyah, serta menjadi salah satu ahli tafsir terkemuka di zamannya. Karya As-Sinkili yang lain, Tarjuman Mustafid, adalah karya tafsir pertama yang ditulis oleh ulama Nusantara. Tafsir ini, yang merupakan terjemahan-adaptatif dari Tafsir Baidhawi, juga ditulis dengan menggunakan aksara Jawi berbahasa Melayu.

Ulama Lokal dengan Reputasi Internasional

Nama lengkapnya Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fanshuri As-Sinkili. Sebagaimana terlihat dari namanya, ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil, di wilayah pantai barat-laut Aceh. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, tapi kemungkinan besar dia dilahirkan pada 1023 H/ 1615 M. Menurut sejarawan muslim A. Hasjmi, dalam “Syekh Abdurrauf Syiah Kuala: Ulama Negarawan Yang Bijak”, nenek moyang As-Sinkili berasal dari Persia yang datang di Kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke-13.

Mereka kemudian menetap di Barus (Fansur), sebuah kota pelabuhan tua yang sangat penting di wilayah Sumatera Barat. Selama hampir dua puluh tahun, As-Sinkili belajar di Madinah dan berguru kepada ulama jempolan, Syaikh Ibrahim al-Kurani (w. 1101 H/ 1690 M) dan Syaikh Ahmad al-Qusyasyi (w. 1071 H/ 1661 M). Melalui jalur dua ulama ini As-Sinkili mendapatkan izin untuk mengajarkan tarekat, khususnya tarekat Syattariah.

Di Haramain, dia juga berguru kepada puluhan ulama dengan ragam keilmuan yang berbeda. Dengan penguasaan mumpuni di bidang fiqih, ushul fiqih, tafsir, dan tasawuf, As-Sinkili masih menyempatkan diri mengajar di tanah Arab ini sebelum kemudian dirinya kembali ke Aceh dan mengabdikan diri sebagai salah satu ulama kerajaan.

“Datang dari wilayah pinggiran dunia muslim, As-Sinkili memasuki inti jaringan ulama dan dapat merebut hati sejumlah ulama utama di Haramain. Pendidikannya tak dapat disangkal lagi, sangat lengkap: dari syariat, fiqih, hadits, hingga disiplin-disiplin eksoteris lainnya hingga ilmu kalam dan tasawuf atau ilmu-ilmu esoteris. Karier dan karya-karyanya setelah ia kembali ke Nusantara merupakan sejarah dari usaha-usahanya yang dilakukan secara sadar untuk menanamkan kuat-kuat keselarasan antara syariat dan tasawuf.” tulis Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia".

As-Sinkili wafat pada 1105 H/ 1693 M dan dimakamkan di kuala atau mulut sungai Aceh. Tempat ini juga menjadi pemakaman bagi para istrinya, serta salah satu murid kesayangannya, Dawud al-Jawi al-Rumi, dan beberapa murid lainnya. Karena tempat dia dikubur itulah, maka As-Sinkili di kemudian hari dikenal sebagai Syaikh di Kuala, dan diabadikan sebagai salah satu universitas Islam di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala. Makamnya hingga hari ini masih menjadi salah satu destinasi wisata spiritual di kawasan Serambi Makkah.
WAllahu A'lam Bisshawab


* Gus Rijal Mumazziq Z ( Kaprodi Ahwalus Syakhsiyyah STAI Al-Falah Assunniyah Kencong Jember)

HARI BURUH DALAM MINIATUR KAMPUNG SURGA

Dr. H. Darwito S.E, M.M, ELP*

Seorang pemimpin yang ber NMA harus menjadi manusia hakiki, yaitu manusia yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian, dan kodrat.
 
Orang lemah harus menerima hak terlebih dahulu sedangkan orang yang merasa kuat sebagai penguasa mendahulukan kewajibanya. Kebanyakan kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban daripada hak. Perhatikanlah para pemimpin atau pejabat kita selalu menuntut rakyat untuk menjalankan kewajibannya dulu sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut membayar pajak, mematuhi undang-undang dan peraturan yang ditentukan oleh para elite politik, dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan. seharusnya ada hak hidup lebih dulu. Inilah kebenaran!
Tak ada kewajiban apa pun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, begitu seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi terlebih dahulu. Hak-hak tersebut dipenuhi agar ia menjadi manusia yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan cara itu akhirnya ia menjadi manusia hakiki, manusia sebenarnya yang dapat berkiprah dalam kehidupan nyata, baik sebagai pribadi maupun warga sebuah negara.
Perhatikanlah bagaimana pemerintahan sekarang berjalan hal ini di sebabkan karena sudah terlanjur salah yang berkepanjangan bahkan ratusan tahun yang lalu masyarakat tidak dididik cara-cara memahami agama yang baik, kebanyakan para pemimpin, elite menggunakan agama untuk menguasai orang lain. Kita lihat di sektor ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kita sangat tergantung pada bantuan atau hutang luar negeri. Negara yang dilimpahi kekayaan alam yang luar biasa ini justru dihisap oleh negara-negara maju di dunia ini.
Setiap bayi yang dilahirkan yang seharusnya merupakan aset negara, ternyata tumbuh menjadi manusia-manusia pencari kerja dan menanggung hutang negara. Hal ini disebabkan terjadinya manusia-manusia yang tergantung pada orang lain. Hubungan yang terjadi adalah hubungan orang-orang lemah dengan orang-orang kuat. Yang lemah merasa sangat memerlukan yang kuat, sedangkan yang kuat berbuat tidak semena-mena terhadap mereka yang lemah.
Akibat dari keadaan tersebut semakin lama dibiarkan pengangguran akan semakin bertambah besar. Maka hubungan relasi yang tidak seimbang, sehingga kehidupan masyarakat menjadi rawan kerusuhan. Bila setiap orang bisa mewujudkan keseimbangan egonya atas kekuasaanya, maka akan terwujud hubungan yang saling memberikan dan sekaligus saling membutuhkan.
Setiap orang akan memiliki nilai tawar bagi orang lain. Harmonisasi dan ikatan antar warga negara akan menguat bila sebagian besar penduduknya bisa mewujudkan ketiga unsur manusia hakiki tersebut. Keragaman masyarakat pun kecil dan kesenjangan ekonomi dapat dinihilkan. Akhirnya jati diri manusia akan muncul dengan sendirinya, dan kita akan menjadi bangsa yang kokoh dan tidak mudah diprovokasi. Semoga NMA segera bisa mewarnai perjalanan bangsa ini.

Dr. H. Darwito S.E, M.M, ELP. Owner LIA Gallery Semarang & Pendiri kantor motivator Nafsul Muthmainah Achievement (NMA) Training Center. 

Tradisi "Sedekahan Rejeb" NGROTO


Tradisi "Sedekahan Rejeb" NGROTO - GUBUG - GROBOGAN .


untuk memperingati peristiwa Isro' Mi'roj, salah satu tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan warga Ngroto adalah dengan berbagi Makanan.
Jenis makanan dibagi menjadi dua.
Pagi hari, warga membawa jenis makanan ringan ( panganan ndeso/makanan tradisional ) Ke Masjid Jami' Sirodjuddin Ngroto.
Sebelum Dzuhur, jenis makanan yang dibawa berupa Nasi lengkap dengan bermacam lauk yang ditaruh di Nampan besar (Trempelang/Tambir/Ambeng).
Selain Sedekah Rejeb, "Sego Ambengan" juga bisa ditemukan pada peringatan "Sedekah Mulud" untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Agenda "Tradisi Sedekahan" Ngroto .
1. Bulan Apit/Selo ( Tradisi Apitan ) Di Rumah Kades atau di Balai Desa (Kondisional)
2. Bulan Mulud Di Masjid Jami' Sirodjuddin (setiap Tgl 12 Mulud Pagi)
3. Bulan Rojab Di Masjid Jami' Sirodjuddin (setiap Tgl 27 Rejeb Pagi)


Kunjungi, https://youtu.be/AX0Goeu62Ug

 
Copyright © 2015 CahNgroto.NET. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger