Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Olahraga    Kuliner    Film   
Home » , , , , , , » Armada Laut Nusantara, Kekuatan Yang Mati Suri

Armada Laut Nusantara, Kekuatan Yang Mati Suri

Posted by CahNgroto.NET on Wednesday, October 7, 2015

https://www.facebook.com/penerbit.imtiyaz/posts/872329106182060
Kapal Borobudur/ Ilustrasi ( Sumber: pigipugu )
 Oleh: Gus Rijal MZ*

Agar bangsa Arab, Tiongkok dan Eropa tidak "tahu" lokasi sesungguhnya sumber daya alam Cengkeh, Rempah-Rempah, hingga Cendana yang merupakan komoditas unggulan, Raja Majapahit sengaja menjadikan Ujung Galuh (Surabaya) & Tuban sebagai pelabuhan internasional. Aktivitas ekonomi dan transaksi kapital dengan bangsa asing dipusatkan di sini. Puncaknya, Majapahit mendapatkan keuntungan strategis: bea cukai "unlimited" dan monopoli wilayah laut.

Jika ada armada dagang Arab, Tiongkok, dan Eropa berani menuju wilayah timur--karena dapat bocoran lokasi SDA-- maka armada "bajak laut" dari Bali yang bersiaga di perbatasan wilayah Timur akan menggebuk kapal dagang asing dan merampas isinya.

Lalu mengapa armada laut Majapahit, yang semakin tangguh di era kepemimpinan Sang Arya Wira Mandalika Laksamana Mpu Nala, membiarkan bajak laut beroperasi? Maklum, Majapahit sengaja membiarkannya agar hemat tenaga, tak perlu capek-capek mengejar armada asing, toh mereka bakal menjadi santapan laskar laut dari Bali, yang menjadi negara fasal Majapahit. 

Saat Majapahit runtuh, monopoli laut dijalankan Demak, Banten, Cirebon, Aceh, dan Gowa. Tatkala kekuatan armada laut Demak, Banten, dan Cirebon mulai ambrol akibat kebijakan para sultan mengerdilkan armada laut, Kesultanan Aceh dan Gowa semakin menguat.

Setelah terfokus di wikayah tengah, kekuatan laut bergeser ke wilayah barat, tepatnya di Kesultanan Aceh Darussalam. Laksamana Keumala Hayati, wanita pertama yang berjuluk Laksamana alias Admiral (diserap dari istilah Arab, "Amirul Bahr") memimpin angkatan laut dengan gemilang. Dialah yang membunuh Cornelis De Houtmann, orang Belanda yang pertama kali mendarat di Jawa. Di bawah komandonya, angkatan laut Aceh menguasai jalur strategis di selat Malaka. Bajak laut dari Tiongkok keder, tapi bangsa kulit putih mulai merajalela.

Di Timur, Kesultanan Gowa mulai memperlihatkan dominasinya di samudera. Kesultanan ini semakin kuat tatkala dipimpin I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape alias Sultan Hasanuddin. Di bawah kepemimpinannya, ia membuka pelabuhan internasional di Makassar, dan berkarib dengan Swedia, Denmark, Inggris, dan Prancis. Bahkan, meriam terbesar yang dinamakan meriam Anak Makassar yang ditempatkan di benteng Somba Opu (kebetulan saya pernah berkunjung di reruntuhan benteng besar ini), adalah meriam made ini Prancis, yang dibawa Kapten De Larssen, perwira angkatan laut Denmark. De Larssen kemudian juga diangkat menjadi instruktur militer, khusus operasional meriam, bagi angkatan laut Gowa. Tujuan Sultan Hasanuddin membuka aliansi dengan negara-negara Eropa di atas di antaranya untuk membendung ekspansi Portugis, Spanyol, dan Belanda yang berebut kepulauan Banda dan Maluku, pusat rempah-rempah.

Armada laut Gowa yang dipimpin Intanrawa Daeng Riujung Karaeng Bontomarannu, bertugas memblokade jalur laut. Ia sangat ditakuti VOC. Bersama pasukannya, ia beberapa kali menenggelamkan kapal dagang dan galleon VOC. Marinir kompeni memberinya julukan Admiral Monte Maranno. Kekuatan armada laut Gowa sesungguhnya bertumpu pada dua aspek: divisi marinir yang dipimpin I Tolok Pareppek dengan kapal perusak-penyerbu dan divisi meriam pimpinan I Satong Kamisi.

Setelah Cornelis Spelmann, kriminal asal Batavia, yang bersekutu dengan Arung Palakka, penguasan Bone, membumihanguskan Benteng Jumpandang (Fort Rotterdam) dan Benteng Somba Opu, Gowa takluk melalui Perjanjian Bongaya, 1669.

Pasca penghancuran Somba Opu, armada laut Gowa kocar-kacir. I Maninrorie, putra bungsu Sultan Hasanuddin, yang menjabat wakil panglima angkatan laut, akhirnya melanjutkan perjuangan di sekitar perairan Makassar dan laut Jawa. VOC menyebutnya "perompak Gowa/Bajak Laut Bugis" akibat keganasannya menenggelamkan puluhan kapal VOC. I Maninrorie inilah yang kemudian bergabung dengan Trunojoyo melawan VOC dan masyhur dengan nama Karaeng Galesong. Beliau gugur di Jawa, dan dimakamkan di Malang (makam bangsawan ksatria ini pernah dirusak orang yang tidak bertanggungjawab beberapa tahun silam).

Selepas era ini, kekuatan laut kerajaan di Nusantara semakin ringkih, melemah, lalu berguguran, hingga kini, entah sampai kapan. Kekuatan armada laut yang mati suri menunggu kedatangan Kapten Jack Sparrow dengan kapal Black Pearl-nya.
---
Wallahu A'lam Bisshawab

SHARE :
CNN Blogger

Post a Comment

 
Copyright © 2015 CahNgroto.NET. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger