Kapal Borobudur/ Ilustrasi ( Sumber: pigipugu ) |
Oleh: Gus Rijal MZ*
Agar bangsa Arab, Tiongkok dan Eropa tidak "tahu" lokasi sesungguhnya
sumber daya alam Cengkeh, Rempah-Rempah, hingga Cendana yang merupakan
komoditas unggulan, Raja Majapahit sengaja menjadikan Ujung Galuh
(Surabaya) & Tuban sebagai pelabuhan internasional. Aktivitas
ekonomi dan transaksi kapital dengan bangsa asing dipusatkan di sini.
Puncaknya, Majapahit mendapatkan keuntungan strategis: bea cukai
"unlimited" dan monopoli wilayah laut.
Jika ada armada dagang
Arab, Tiongkok, dan Eropa berani menuju wilayah timur--karena dapat
bocoran lokasi SDA-- maka armada "bajak laut" dari Bali yang bersiaga di
perbatasan wilayah Timur akan menggebuk kapal dagang asing dan merampas
isinya.
Lalu mengapa armada laut Majapahit, yang semakin tangguh
di era kepemimpinan Sang Arya Wira Mandalika Laksamana Mpu Nala,
membiarkan bajak laut beroperasi? Maklum, Majapahit sengaja
membiarkannya agar hemat tenaga, tak perlu capek-capek mengejar armada
asing, toh mereka bakal menjadi santapan laskar laut dari Bali, yang
menjadi negara fasal Majapahit.
Saat Majapahit runtuh, monopoli
laut dijalankan Demak, Banten, Cirebon, Aceh, dan Gowa. Tatkala kekuatan
armada laut Demak, Banten, dan Cirebon mulai ambrol akibat kebijakan
para sultan mengerdilkan armada laut, Kesultanan Aceh dan Gowa semakin
menguat.
Setelah terfokus di wikayah tengah, kekuatan laut
bergeser ke wilayah barat, tepatnya di Kesultanan Aceh Darussalam.
Laksamana Keumala Hayati, wanita pertama yang berjuluk Laksamana alias
Admiral (diserap dari istilah Arab, "Amirul Bahr") memimpin angkatan
laut dengan gemilang. Dialah yang membunuh Cornelis De Houtmann, orang
Belanda yang pertama kali mendarat di Jawa. Di bawah komandonya,
angkatan laut Aceh menguasai jalur strategis di selat Malaka. Bajak laut
dari Tiongkok keder, tapi bangsa kulit putih mulai merajalela.
Di Timur, Kesultanan Gowa mulai memperlihatkan dominasinya di samudera.
Kesultanan ini semakin kuat tatkala dipimpin I Mallombassi Daeng
Mattawang Karaeng Bontomangape alias Sultan Hasanuddin. Di bawah
kepemimpinannya, ia membuka pelabuhan internasional di Makassar, dan
berkarib dengan Swedia, Denmark, Inggris, dan Prancis. Bahkan, meriam
terbesar yang dinamakan meriam Anak Makassar yang ditempatkan di benteng
Somba Opu (kebetulan saya pernah berkunjung di reruntuhan benteng besar
ini), adalah meriam made ini Prancis, yang dibawa Kapten De Larssen,
perwira angkatan laut Denmark. De Larssen kemudian juga diangkat menjadi
instruktur militer, khusus operasional meriam, bagi angkatan laut Gowa.
Tujuan Sultan Hasanuddin membuka aliansi dengan negara-negara Eropa di
atas di antaranya untuk membendung ekspansi Portugis, Spanyol, dan
Belanda yang berebut kepulauan Banda dan Maluku, pusat rempah-rempah.
Armada laut Gowa yang dipimpin Intanrawa Daeng Riujung Karaeng
Bontomarannu, bertugas memblokade jalur laut. Ia sangat ditakuti VOC.
Bersama pasukannya, ia beberapa kali menenggelamkan kapal dagang dan
galleon VOC. Marinir kompeni memberinya julukan Admiral Monte Maranno.
Kekuatan armada laut Gowa sesungguhnya bertumpu pada dua aspek: divisi
marinir yang dipimpin I Tolok Pareppek dengan kapal perusak-penyerbu dan
divisi meriam pimpinan I Satong Kamisi.
Setelah Cornelis
Spelmann, kriminal asal Batavia, yang bersekutu dengan Arung Palakka,
penguasan Bone, membumihanguskan Benteng Jumpandang (Fort Rotterdam) dan
Benteng Somba Opu, Gowa takluk melalui Perjanjian Bongaya, 1669.
Pasca penghancuran Somba Opu, armada laut Gowa kocar-kacir. I
Maninrorie, putra bungsu Sultan Hasanuddin, yang menjabat wakil panglima
angkatan laut, akhirnya melanjutkan perjuangan di sekitar perairan
Makassar dan laut Jawa. VOC menyebutnya "perompak Gowa/Bajak Laut Bugis"
akibat keganasannya menenggelamkan puluhan kapal VOC. I Maninrorie
inilah yang kemudian bergabung dengan Trunojoyo melawan VOC dan masyhur
dengan nama Karaeng Galesong. Beliau gugur di Jawa, dan dimakamkan di
Malang (makam bangsawan ksatria ini pernah dirusak orang yang tidak
bertanggungjawab beberapa tahun silam).
Selepas era ini, kekuatan
laut kerajaan di Nusantara semakin ringkih, melemah, lalu berguguran,
hingga kini, entah sampai kapan. Kekuatan armada laut yang mati suri
menunggu kedatangan Kapten Jack Sparrow dengan kapal Black Pearl-nya.
---
Wallahu A'lam Bisshawab
---
Wallahu A'lam Bisshawab
Post a Comment